Selasa, 13 Februari 2018

Resume Sejarah Islam yang Hilang

BAB I: ARAB PRA-ISLAM
Luas semenanjung Arab lebih dari dua juta kilometer persegi di pojok barat laut benua Asia. Letaknya yang di antara Asia, Afrika, dan Eropa, membuat tanah ini memiliki hubungan unik dengan tiga benua Dunia Lama. Sekalipun posisinya strategis, Arab diabaikan sebagian besar orang luar. Hampir tak ada yang bisa menyalahkan orang luar bila mengabaikan Semenanjung Arab. Iklim keringnya sangat tidak ramah, bahkan bagi para suku nomaden yang tinggal di sana.
Segala hal tentang kehidupan orang Arab didasarkan pada lingkungan keras tempat ia tinggal. Karena ketidakmampuan gurun mendukung kebudayaan bermukim, orang Arab terus-menerus berpindah untuk mencari daerah subur bagi kelompoknya. Salah satu teori etimologi sebutan “Arab” bahkan mendasar bahwa kata itu sendiri berakar dari istilah bahasa Semit yang berarti ‘berkelana’ atau ‘nomaden’.
Dalam masyarakat suku dan nomaden seperti ini, ungkapan artistik sulit disalurkan. Sumber daya dan waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan patung dan lukisan seperti kebudayaan kuno Mesir dan Yunani hampir tak ada. Tetapi, hasrat alamiah manusia mencari keindahan ini menemukan bentuk baru; bahasa. Mungkin lebih dari bahasa lain di dunia, bahasa Arab itu sendiri merupakan sebentuk ungkapan artistik.
Meskipun berada jauh di gurun Semenanjung Arab, bangsa Arab tidaklah terisolasi dari para tetangganya sama sekali. Bangsa Romawi telah menjadi adikuasa regional di sepanjang perbatasan utara Semenanjung pada dekade awal Masehi. Bagi bangsa Arab Badui, hal ini berarti hadirnya mitra dagang yang kaya dan kuat di sebelah utara.
Baik Romawi maupun Persia, berusaha untuk mendapatkan keunggulan dengan memanfaatkan suku-suku Arab (biasanya yang telah memeluk agama Kristen) sebagai wakilnya. Bersemangat memanfaatkan konflik ini untuk kepentingan sendiri persekutuan dua suku Arab pun berkembang menjadi negara sekutu demi kekuatan besar.
Dalam globalisasi dunia yang meningkat pada awal 600-an, bangsa Arab sadar akan keberadaan para tetangga mereka dan terpengaruh oleh peristiwa-peristiwa yang terjadi di luar Semenanjung Arab. Menjadi persimpangan tiga negara besar menyebabkan mereka mafhum akan politik internasional dan memiliki keahlian memanfaatkan persaingan demi keuntungan mereka.
Meski tinggal di lokasi yang “berbahaya”, bangsa Arab aman di tengah-tengah gurun. Mereka menyebut itu Jazirat Al-Arab, yang berarti ‘pulau bangsa Arab’—menggambarkan betapa terisolasinya bangsa ini. Lingkungan yang keras membuat tak satu pun negara-negara di sekelilingnya dapat menyerbu dan menduduki tanah Arab.
Dalam lingkungan yang terlindung ini, sebuah gerakan akan bangkit pada awal 600-an. Gerakan tersebut akan berimplikasi besar bagi negara-negara sekitarnya, dan akhirnya seluruh dunia. Gerakan ini akan mengubah nasib bangsa Arab selamanya, dengan membangun dan memanfaatkan kemampuan uniknya serta membuang perilaku budaya negatif yang telah menjadikan mereka bangsa nomaden pengembara dan suka berperang.
Faktor geografi, iklim, dan politik bersama-sama menghadirkan lingkungan sempurna  tempat Islam lebih cepat tubuh menjadi kekuatan dunia dibanding gerakan, agama, atau kekaisaran mana pun di dunia. Kekuatan itu akan menyapu padang Gurun Arab, menaklukan berbagai wilayah dan mengasimilasi beragam bangsa, serta menciptakan imperium yang membentang dari Spanyol sampai India pada awal 700-an—terbesar di dunia saat itu.
Pertumbuhan kekuasaan dan kebudayaan berhasil dicapai karena kehadiran seseorang yang membawa pesan revolusioner dan janji bagi nasib baru bangsa Arab, seseorang yang sanggup melangkahi padang pasir Arab: Muhammad.



BAB II: KEHIDUPAN SANG NABI
Nabi Muhammad lahir di Kota Mekah sekitar 570 Masehi. Ia berasal dari klan Bani Hashim, bagian suku Quraisy yang mengendalikan Mekah—pusat perdagangan dan agama di jantung Semenanjung Arab.
Kehidupan awal Muhammad ditandai dengan kesulitan dan kehilangan. Ayahnya, Abdullah, wafat sebelum ia lahir. Ibunya, Aminah, wafat saat ia berusia enam tahun. Kakeknya yang dihormati, Abdul Muttalib, kemudian merawatnya. Dua tahun kemudian, kakeknya wafat dan Muhammad tinggal dengan paman dari pihak ayahnya, Abu Thalib.
Meskipun berasal dari suku Quraisy yang kaya, Muhammad tidak tumbuh bergelimang harta. Ia menemani pamannya dalam perjalanan perdagangan ke Suriah saat kecil, “memperkenalkannya” ke dalam tradisi nomaden Arab yang lampau.
Reputasinya sebagai pedagang yang jujur menyebabkan dia mendapatkan dua nama julukan: as-Sadiq dan al-Amin, yang berarti ‘yang benar’ dan ‘dapat dipercaya’. Ia pun kemudian dihormati orang-orang Quraisy. Menjelang usia dua puluh tahun, Muhammad sudah menjadi pedagang sukses dan bekerja sebagai agen usaha seorang janda kaya bernama Khadijah. Saat Muhammad berusia dua puluh lima tahun, Khadijah melamarnya dan diterima meskipun umurnya terpaut jauh.
Menurut tradisi Islam, pada 610 Masehi, saat berdiam di gua, Muhammad mengalami sesuatu yang baru. Malaikat tiba-tiba muncul di depannya dan memerintahkan. “Bacalah!” Ia menjawab bahwa ia tak bisa membaca.
Sekali lagi, malaikat memerintahkannya untuk membaca. Muhammad menjawab bahwa ia tak bisa. Untuk kali ketiga, malaikat memerintahkan agar ia membaca dan untuk kali ketiga, Muhammad menjawab bahwa ia tak bisa. Kemudian, malaikat membacakan kepadanya ayat-ayat Quran yang pertama diturunkan:
Bacalah, dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan.
Ia menciptakan manusia dari segumpal darah.
Bacalah; atas nama Tuhan.
Dialah yang telah mengajarkan degan pena.
Mengajari manusia yang tidak ia ketahui.
(Al-‘Alaq [96]: 1-5)
Muhammad mengulangi kata-kata tersebut di hadapan malaikat, yang kemudian memberitahukan bahwa ia Jibril, Utusan Allah. Kaget dan takut, Muhammad bergegas pulang ke rumah karena tak tau apa arti perjumpaan tersebut. Setelah diperkuat oleh istri dan sepupu istrinya, Muhammad menerima misinya sebagai Pembawa Pesan Tuhan dan di mulailah kehidupannya sebagai Nabi.
Orang pertama yang mendengar kenabian Muhammad dan memercayainya adalah Khadijah, yang dapat dikatakan langsung memeluk agama Islam sekembali Muhammad dari gua. Nabi mulai mengajak kalangan terdekat masuk ke agama baru ini. Dakwah pertama-tama dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Mekah terdiri atas masyarakat politeis sehingga gagasan satu Tuhan yang menggantikan banyak sembahan pasti akan dianggap ancaman.
Karena takut menghadapi reaksi masyarakat, tetapi tunduk kepada gagasan agama baru ini, para pengikutnya disebut Muslim, yang berarti ‘orang yang tunduk’. Kata Islam itu sendiri, yang merupakan akar kata Muslim, berarti ‘ketundukan kepada Tuhan dan kehendak-Nya.’
Tetapi, Islam bukanlah agama yang hanya memikirkan teologi dan kehidupan setelah mati. Ayat-ayat yang turun awal juga mencela penyakit sosial yang merebak di Mekah. Quran menyatakan ketidakpedulian kepada orang miskin akan merusak kemantapan tatanan sosial yang adil dan akan mengakibatkan hukuman di akhirat nanti. Sebuah tatanan sosial baru telah disibak, dengan meninggalkan kesukuan dan menuju nasionalisme kesatuan Islam di bawah hukum ilahi.
Pesan keagamaan dan sosial berjalin kelindan dengan pesan politis, menyatukan kerajaan Muslim yang menjangkau seluruh Semenanjung Arab. Untuk kali pertama dalam sejarah, seluruh bangsa Arab bersatu
Nabi Muhammad memperingatkan agar menghindari penindasan, memperlakukan perempuan dengan hormat dan cinta, serta meninggalkan persaingan suku yang telah mengutuk kebudayaan Arab selama berabad-abad.
Menurut keyakinan Islam, Nabi Muhammad berperan sebagai utusan Tuhan, menyampaikan kata-kata Tuhan dalam Quran, dan bertindak sebagai teladan bagi kaum Muslimin.
Setelah dua puluh tiga tahun bertindak sebagai Nabi Allah, misinya pun selesai. Quran telah difinalisasi dan dicatat dalam lembar-lembar kulit, daun, dan tulang. Tetapi, yang lebih penting, telah dihafal seluruhnya oleh sahabat-sahabat Nabi.



BAB III: KHULAFAUR RASYIDIN
Wafatnya Nabi menyebabkan tumpahnya kesedihan di jalan-jalan Madinah. Tetapi, wafatnya Nabi juga memunculkan pertanyaan tentang kepemimpinan di Madinah. Perbedaan pendapat dalam kelompok tersebut tentang siapa yang harus mendapat otoritas atas negara Muslim muda ini dapat mengancam perpecahan umat.
Akhirnya, Umar mencalonkan Abu Bakar menjadi pemimpin politik negara kesatuan Muslim yang berpusat di Madinah. Setelah Khadijah, dialah orang pertama yang menerima Muhammad sebagai nabi dan masuk ke agama baru itu.
Abu Bakar mendapat gelar Khalifat-ul-Rasul, berarti ‘Penerus Utusan Tuhan’—disingkat khalifah—pada 632. Khalifah bukanlah nabi baru. Kitab Quran jelas menyatakan Muhammad sebagai nabi terakhir dan tak ada lagi nabi yang datang setelahnya.
Maka, khalifah diharapkan menjadi pemimpin yang cakap, mampu mengelola permasalahan negara Muslim dengan efektif, juga mampu melindungi agama yang dibawa Nabi Muhammad dan menggerakkan orang untuk mengikutinya sebisa mereka.
Perlahan-lahan, kesetiaan kepada khalifah menyebar di seluruh Jazirah Arab. Pada 633, perang melawan kemurtadan selesai dan seluruh Arab sekali lagi bersatu sebagai negara kaum Muslim. Islam telah berhasil selamat melewati tantangan politik, menghapuskan pertanyaan tentang kesetiaan pada Islam dan kepemimpinan politik sepeninggal Nabi.
Kekhalifahan Abu Bakar hanya berlangsung dua tahun—dari 632 sampai wafatnya pada 634 Masehi.
Seperti Abu Bakar, Umar termasuk orang yang masuk Islam sejak awal. Ia menyatakan keimanannya di hadapan Nabi di Mekah sebelum hijrah dan selalu bersama Nabi di seluruh peprangan dan peristiwa besar di Madinah. Berdasarkan tradisi Islam, tampaknya tak ada penolakan atas pengangkatan dirinya sebagai khalifah.
Selama sepuluh tahun menjabat khalifah, Umar telah mengubah negara Islam muda dari yang mulanya terdiri atas masyarakat perampas di gurun menjadi sebuah kekuatan regional. Ekspansi cepat dibarengi stabilitas sosial membuktikan kemampuannya yang luar biasa sebagai administrator dan pemimpin. Dia menjadi salah satu penguasa paling berhasil dalam sejarah Islam.
Kekuasannya tiba-tiba berakhir pada 644, setelah dia dibunuh di Madinah oleh seorang budak Persia yang iri kepada pemimpin karismatik ini. Menjelang wafat, Umar menunjuk majelis berisi enam pemimpin yang dihormati masyarakat Madinah untuk memilih penerus dari mereka sendiri. Mereka memilih Utsman bin Affan, salah seorang pemeluk Islam awal.
Melihat keberhasilan kebijakan Umar, Utsman berjanji mengikuti langkah pendahulunya dan menegakkan praktik yang sama dengan khalifah sebelumnya. Ia pun diangkat pada akhir 644 Masehi.
Latar belakang Utsman dari keluarga bangsawan berperan besar dalam keputusan-keputusannya sebagai khalifah. Berasal dari keluarga Umayyah cukup berpengalaman soal tata negara sebelum datangnya Islam dan Utsman mengandalkan pengalaman tersebut dalam keputusan pribadinya.
Popularitas Utsman tentu saja tak setinggi dua pendahulunya, tetapi terlalu berlebihan bila di asumsikan sedang terjadi revolusi masif untuk menurunkannya dari tampuk kekuasaan. Malahan, sekelompok kecil pasukanlah yang akan menimbulkan perubahan penuh kekerasan dan kekacauan pada pemerintahan Madinah.
Pada 656, sekelompok tentara datang dari Mesir ke Madinah untuk memprotes langsung khalifah berkaitan dengan kebijakannya dan pembagian pampasan antara pasukan dan pemerintahan sipil di Mesir. Hukum perang berlaku di Madinah dan penduduknya hanya bisa tercekam ketakutan menyaksikan para pemberontak memaksa masuk ke rumah Utsman dan membunuhnya saat ia sedang duduk membaca Quran. Khalifah wafat, demikian pula persatuan dunia Islam.
Sebagai penentu kepemimpinan di Madinah, para pemberontak menunjuk sendiri khalifah barunya. Pilihan terbaik adalah Ali, karena Ali merupakan sahabat Nabi yang paling dihormati dan masih hidup. Ali terkait dengan Nabi dalam dua cara: sepupu dan menantu.
Ali, yang teguh mempertahankan kehormatan dan keadilan sebagaimana para sahabat terdekat Nabi, awalnya menolak ditunjuk oleh orang-orang yang memberontak terhadap khalifah. Diyakinkan oleh tokoh-tokoh utama lain di Madinah bahwa dirinya yang paling bisa memenuhi syarat dan paling mampu untuk mengembalikan kedamaian di dunia Islam.
Kelompok utama Khawarij berhasil dihancurkan, tetapi gerakan tersebut terus berlanjut dalam bentuk klandestin (sembunyi-sembunyi) dengan tujuan menurunkan Ali dan Mu’awiyah.
Akan tetapi, mereka berhasil membunuh Ali. Saat Ali sedang salat subuh di masjid di Kufa, seorang pembunuh menikamnya, membuat kekuasaannya yang bergolak itu berakhir dalam kekerasan. Tampuk kekhalifahan jatuh pada satu-satunya orang di dunia Islam yang mendapat dukungan luas dan mampu menjadikan pemimpin yang efektif: Mu’awiyah.



BAB IV: PENDIRIAN NEGARA ISLAM
Terbunuhnya Ali di tangan Khawarij dan naiknya Mu’awiyah menjadi khalifah menandai akhirnya era yang biasa disebut Khulafaur Rasyidin. Bentuk pemerintahan dan  masyarakat Islam berubah secara mendasar selama sembilan belas tahun pemerintahan Mu’awiyah, sejak 661 hingga 680 Masehi.
Tahun terakhir kekhalifahan Ali ditandai perpecahan de facto antara kekuasaan Mu’awiyah dan Ali. Tetapi, dengan wafatnya Ali, Mu’awiyah bebas memperluas kekuasaan di wilayah-wilayah yang sebelumnya setia kepada Ali dan menyatukan dunia Islam di bawah perintahnya.
Mungkin ia memang satu-satunya orang yang saat itu mendapat dukungan untuk mengelola tugas monumental semacam ini. Ia sangat populer di Suriah, provinsi yang dipimpinnya sebagai gubernur selama dua puluh tahun sebelum menjadi khalifah.
Tetapi, ia tetap mempunyai musuh, terutama di Irak. Di sana berkembang pandangan umum yang cenderung memilih kekhalifahan diwariskan kepada anak Ali, bernama Hasan. Sebagai negarawan pragmatis, Mu’awiyah tak ingin membawa dunia Muslim dalam peperangan lagi untuk memperebutkan kepemimpinan.
Alih-alih memobilisasi pasukan untuk menghancurkan oposisi, ia menegosiasikan perjanjian dengan anak Ali dan hasilnya, Hasan akan menyerahkan seluruh klaim kepemimpinan dan menghabiskan hidup untuk kegiatan ibadah dan ilmu pengetahuan di Mekah.
Meskipun berhasil menyatukan dunia Islam setelah kekacauan pada masa Khalifah Ali, ada satu keputusan Mu’awiyah yang menajadikannya sebagai karakter kontroversial dan mengubah bentuk pemerintahan Islam selama 1300 tahun berikutnya. Ia menunjuk Yazid, anaknya, sebagai penerus.
Setelah pergolakan politik pada masa Khalifah Ali, tantangan utama Mu’awiyah menjaga dunia Islam berpadu di bawah satu pemerintah. Walaupun ia sukses besar, tak ada jaminan seluruh khalifah berikutnya mampu memanfaatkan ancaman luar atau manuver politik untuk meminimalkan perpecahan internal.
Dengan demikian, Mu’awiyah merasa bahwa satu-satunya cara untuk melindungi persatuan dan keharmonisan sosial adalah dengan memotong kemungkinan perang suksesi dan menjadikan kekhalifahan berdasar keturunan.
Pemilihan Yazid bukannya tanpa kontroversi. Tak seperti ayahnya, Yazid belum pernah mengenal langsung Nabi dan tak memiliki aura yang terlihat pada para sahabat. Selain itu, ada rumor di kota suci Mekah dan Madinah tentang kehidupan Yazid yang penuh dosa.
Permasalahan bertambah pelik karena sebagian orang di Irak ingin menyaksikan keturunan Ali mendapatkan gelar khalifah di dunia Islam. Hasan, anak tertua Ali sudah wafat pada masa Mu’awiyah. Maka, dukungan pun jatuh ke tangan Husein, adiknya.
Pemberontakan Abdullah bin al-Zubair tak lebih baik hasilnya. Setelah membunuh Husein, masyarakat di dunia Islam umumnya mendukung perlawanan terhadap pemerintahan Umayyah. Lagi pula, Husein adalah cucu kesayangan Nabi. Pembunuhan keturunan Nabi mengejutkan banyak pengikut yang saleh.
Setelah kematian Yazid, kendali Bani Umayyah seolah runtuh di dunia Islam. Abdullah menyatakan diri sebagai khalifah, dan mendapat sumpah setia dari penduduk Irak, Mesir, dan bahkan golongan pinggiran Suriah.
Di bawah Marwan dan anaknya, Abdul Malik, Bani Umayyah mengambil kembali kendali atas Suriah, Mesir, dan Irak, dan akhirnya memadamkan pemberontakan Abdullah bin al-Zubair di Mekah pada 692 Masehi.
Begitu Bani Umayyah mengambil kendali, periode perang saudara antara 680 dan 692 M seperti tak lebih dari cegukan kecil. Pada akhir 600-an dan awal 700-an, Bani Umayyah melanjutkan periode kedua ekspansi militer cepat dan pertumbuhan ekonomi yang akan menandingi periode mana pun dalam sejarah Islam sebelum dan sesudahnya.
Khalifah Abdul Malik mengirimkan pasukan untuk menaklukan Kartago, pos luar terakhir di bawah kontrol Byzantium di Afrika Utara pada 698. Dengan demikian, daerah terakhir Byzantium Afrika Utara lenyap setelah penguasanya dipaksa mundur ke Sisilia dan Yunani.
Ekspansi Umayyah pada awal abad kedelapan menjadi luar biasa karena tak terbatas pada Afrika Utara dan Spanyol. Dari sisi yang sebaliknya dari kerajaan, pasukan Umayyah bergerak maju menuju daerah tak dikenal yang bahkan pasukan Aleksander pun tak berani mendatanginya. Pendorongnya yakni kapal dagang Muslim yang kembali dari Ceylon (sekarang menjadi Srilanka) usai diserang bajak laut yang bermarkas di pojok barat laut India, Sindh.
Sebuah upaya pernah dilakukan khalifah Umar bin Abdul Aziz untuk membatalkan kebijakan pajak yang tak Islami selama masa kekuasaannya dari 717 sampai 720 Masehi. Orang-orang Islam berikutnya memberi gelar kehormatan kepada Umar II sebagai “Khulafaur Rasyidin Kelima” karena reformasi bernapaskan agama yang ia lakukan.
Semakin meningkatnya jumlah non-Arab yang masuk Islam, ketidakpuasan kebijaksanaan pajak yang tidak setara pun berkembang. Karena ketidakpuasan ini, keluarga tua lain dari Mekah bangkit untuk mengambil alih kekhalifahan: Bani Abbasiyah.
Bani Abbasiyah mendapatkan namanya dari paman Nabi, Abbas, yang menjadi kepala keluarga klan tersebut. Awal 700-an muncul rumor bahwa salah satu keturunan Ali secara resmi telah memindahkan hak kekuasaan kepada Bani Abbasiyah.
Bani Abbasiyah memberikan janji masyarakat yang lebih setara di bawah kekhalifahan nya dan secara samar menjamin keturunan Ali akan memainkan peranan lebih besar dalam pemerintahan Islam. pada 747 M, Bani Abbasiyah secara resmi menyatakan pemberontakan terbuka.
Revolusi Abbasiyah pada pertengahan 700-an menobatkan dinasti kedua untuk mengendalikan kekhalifahan. Pemberontakan tersebut didasari gagasan untuk membangun pemerintahan yang lebih sejalan dengan teladan Nabi.
Janji-janji besar dan idealistis memang perlu untuk menggalang dukungan beragam grup yang membuat revolusi ini berhasil. Satu hal yang benar-benar dimajukan Bani Abbasiyah adalah peran non-Arab dalam masyarakat.
Perang Tours pada 732 Masehi dalam masa Umayyah menyebabkan berhentinya ekspansi Muslim ke Eropa, dan konsolidasi kekuatan di Andalusia menjadi fokus utama pengungsi Umayyah yang mengontrolnya.
Orang-orang Turk yang menyebar ke daratan Asia Tengah tak menyongsong peradaban Islam lewat penaklukan, tetapi melalui migrasi ke jantung dunia Islam pada 800-an dan 900-an.



BAB V: MASA KEEMASAN INTELEKTUAL
Perkembangan dalam bidang ilmiah, religius, filsafat, serta kebudayaan terjadi pada abad kesembilan sampai ketiga belas. Dalam masa ini, pencapaian kebudayaan sebelumnya dipadukan, dibandingkan, dan menjadi landasan untuk menciptakan zaman keemasan baru dalam penemuan ilmiah.
Dalam pikiran khalifah Abbasiyah ketujuh, al-Ma’mun (813-833), masyarakat ideal masa depan hanya bisa diwujudkan melalui ilmu pengetahuan dan rasionalisme. Dengan pemikiran tersebut, ia mendirikan institut pendidikan di Baghdad yang dikenal dengan nama Rumah Hikmah (Bayt al-Hikmah).
Cendekiawan terkenal dari seluruh dunia berkumpul di Baghdad sebagai bagian proyek al-Ma’mun untuk memajukan ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi seluruh dunia.
Yang membuat Rumah Hikmah dan Masa Keemasan ini unik adalah konteks terjadinya. Pertama, ekspansi kerajaan Muslim berhasil meruntuhkan dinding-dinding yang sebelumnya memisahkan kelompok yang berbeda. Kedua, dalam era awal Abbasiyah: bahasa Arab menjadi bahasa perantara yang dapat menyatukan orang-orang dari berbagai latar belakang. Yang ketiga, Islam sendiri memerintahkan untuk mencari ilmu, menjadikan penelitian sebagai tindakan ibadah.
Tiga faktor pendorong untuk mencari ilmu inilah yang unik dalam dunia Islam. Ini tak bisa terwujud tanpa kebangkitan Islam sebagai kekuatan geopolitik dalam beberapa abad setelah masa Nabi.
Matematika menjadi dasar hampir dari semua ilmu pengetahuan, termasuk fisika, kimia, astronomi, dan geografi. Salah satu ilmuwan matematika Muslim terbesar bernama Muhammad bin Musa al-Khwarizmi, orang Persia yang hidup dari 780 sampai 850 Masehi.
Sumbangan terbesar al-Khwarizmi dengan perkembangan aljabar. Dalam karya monumental nya, Buku Ringkasan Kalkulus dengan Melengkapi dan Menyeimbangkan, menjelaskan bagaimana persamaan aljabar dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah sehari-hari.
Hasil perkembangan ilmu matematika tingkat lanjut berupa karya di bidang astronomi. Dengan Quran sebagai faktor motivasi, astronom Muslim-lah yang kali pertama mengembangkan ilmu ini. Di bawah perlindungan al-Ma’mun dan Rumah Hikmah, para astronom dikumpulkan untuk mempelajari teori kuno Ptolomeus, yang karyanya dianggap sebagai kunci utama dalam astronomi hingga masa Islam.
Astronomi mempunyai penerapan praktis. Salah satu yang terpenting yaitu pengembangan astrolabe. Alat ini ditemukan oleh orang Yunani kuno untuk menentukan garis lintang dengan menggunakan bintang.
Mengombinasi kemampuan astrolabe dengan perhitungan astronomi, alat ini menjadi bagian vital navigasi, terutama pada kapal. Astrolabe merombak dunia pelayaran dan digunakan sampai 1700-an sebagai standar navigasi.
Seperti halnya astronomi tumbuh dari matematika, geografi berkembang dari astronomi. Hanya sedikit kerajaan dalam bentangan sejarah yang sebanding dengan dunia Islam pada Masa Keemasan. Maka, tak heran jika orang Islam akan bangkit sebagai ahli geografi unggulan pada Abad Pertengahan.
Kemajuan Islam di bidang kedokteran dicapai dengan mempelajari apa-apa yang diwariskan dokter Yunani Kuno, Galen. Dokter dan filsuf abad kedua sebelum Masehi ini banyak menulis tentang dunia medis.
Dokter besar lainnya, adalah Ibnu Sina. Ia dikenal sebagai Avicenna. Meskipun terus-menerus berpindah dari kota satu ke kota lain, ia mampu membangun riwayat hidup sebagai ilmuwan serbatahu yang paling pandai pada Masa Keemasan Muslim. Ia merumuskan teori bahwa semua hal dalam tubuh dapat dipahami melalui rangkaian peristiwa sebab-akibat.
Salah satu ilmuwan utama yang turut menyumbang dalam tradisi intelektual berkelanjutan ini Ibnu al-Haytham (965-1040 Masehi) yang berasal dari Irak. Mempertimbangkan seluruh prestasinya secara bersamaan, kita dapat memahami warisan Ibnu al-Haytham sesungguhnya: metode ilmiah.
Melalui penelitian mendalam tentang Quran dan tindakan Nabi, para cendekiawan merumuskan bidang fikih—hukum yurisprudensi Islam. Tantangan bagi para ahli fikih adalah mengadaptasikan aturan yang telah diterapkan pada awal 600-an ke dalam dinamika dunia peradaban Islam pada abad-abad sebelumnya. Kemudian, berkembanglah interpretasi fikih yang beragam. Yang bertujuan memahami dan menerapkan Quran serta teladan Nabi seautentik mungkin.
Teologi Islam relatif jelas; didasarkan pada keyakinan akan keesaan mutlak Tuhan dan ketegasan pesan Nabi Muhamad. Meyakini Islam secara tak langsung berarti menyatakan menerima Quran sebagai Firman Tuhan dan hadis sebagai petunjuk yang bersifat ketuhanan.



BAB VI: PERGOLAKAN
Setelah 300 tahun pertama sejarah Islam, umat Muslim pasti telah yakin bahwa kemenangan puncak Islam di dunia sudah dekat. Pada masa itu, Islam menyebar dengan cepat di seluruh Timur Tengah, Afrika Utara, dan Persia.
Akan tetapi, takdir itu tak terjadi. Sembilan ratus Masehi menandai awal pergolakan beberapa ratus tahun bagi dunia Islam, yang takkan berakhir hingga masa keemasan Kerajaan Ottoman pada 1500-an.
Sejak awal pertumbuhan, Syi’ah mendasarkan diri pada gagasan alternatif bagi kekhalifahan Suni arus utama. Mereka berpendapat, kepemimpinan dunia Islam itu milik para imam yang memiliki hubungan khusus dengan Tuhan. Saat Syi’ah sendiri terpecah dalam banyak sekte, berbagai gagasan tentang cara mengembalikan imamah pun berkembang.
Tetapi, bagi kaum Tujuh Imam, pandangan melenakan seperti itu takkan berhasil. Tak seperti kaum Dua Belas Imam, yang percaya tak ada imam yang akan datang hingga kembalinya imam terakhir, kaum Tujuh Imam meyakini keturunan Ismail terus hidup bersembunyi di antara penduduk Islam pada umumnya. Jadi, mereka biasanya disebut “Ismailiyah”.
Pendakwah Ismailiyah relatif sukses di Afrika Utara. Di sana mereka mampu mengeksploitasi ketegangan tradisional antara suku Berber dari Sahara dan suku Arab dari kota-kota pantai untuk keuntungan mereka.
Pada 909 Masehi, kelompok Ismailiyah menyatakan kemunculan kembali seorang imam keturunan Ismail. Ia bernama Ubaidillah, tetapi mengambil gelar “al-Mahdi”, berarti ‘yang mendapat petunjuk atau penyelamat’.
Fatimiyyah takkan puas hanya menjadi duri di pinggir dunia Suni seperti Qaramita. Mereka yakin punya tugas untuk mengambil alih kekuasaan secara menyeluruh dan menegakkan kekhalifahan Ismailiyah melalui Ubaidillah.
Setelah meninggalnya Ubaidillah pada 934 Masehi, Fatimiyyah mengendurkan ekspansi militernya. Banyak pemberontakan yang terjadi di pimpin oleh kaum Muslim yang tak puas dengan Ismailiyah dan pandangannya yang terlepas dari Suni.
Tanpa dukungan luas dan terhambat oleh perubahan kebijakan radikal setiap suksesi, kekuasaan Fatimiyyah lambat laun menurun selama abad kesebelas dan kedua belas. Akhirnya, mereka disingkirkan Saladdin dalam Perang Salib.
Mungkin tak ada konflik dalam sejarah Barat dan Islam yang begitu penuh emosi seperti Perang Salib. Konflik itu sendiri berkisar di Kota Jerusalem, tempat suci bagi Yahudi, Kristen, dan Islam.
Bagi orang Kristen, di sinilah Yesus berdakwah, disalib, dan bangkit kembali. Bagi orang Islam, kesuciannya bersumber dari keyakinan bahwa Nabi Muhammad menerima mukjizat bepergian dari Mekah ke Jerusalem dalam satu malam, kemudian dari Jerusalem naik ke surga untuk berbicara dengan Tuhan.
Bagi dunia Islam, penaklukan Jerusalem menjadi bencana. Seluruh penduduknya, lebih dari 70 ribu orang, dibantai secara massal. Di Masjidil Aqsa, tempat yang diyakini bahwa Nabi Muhammad memimpin seluruh nabi terdahulu salat, darah umat Muslim menggenang hingga tulang kering kaki sang penakluk.
Perang Salib berlangsung lebih dari seratus tahun setelah pembebasan Jerusalem, tetapi tak pernah menjadi ancaman utama bagi dunia Islam atau kendali nya atas Tanah Suci. Setelah pembebasan Jerusalem, seorang panglima militer bernama Genghis Khan mampu menyatukan berbagai suku Mongol di utara Tiongkok menjadi satu negara dengan tujuan: ekspansi militer terus-menerus.
Invasi Mongol terjadi saat dunia Islam sepertinya sedang bangkit kembali. Genghis Khan dan bangsa Mongol telah berubah dari suku pengganggu di utara Tembok Besar Tiongkok menjadi kerajaan dunia utama. Bangsa Mongol yang nomaden, mampu menaklukan dan menguasai setengah Tiongkok Utara.
Bangsa Mongol adalah orang nomaden penunggang kuda yang bahkan tak menguasai pertanian, tetapi mampu membangun kerajaan dunia dari Eropa Tengah ke Korea dan perbatasan India.
Selain kecepatan yang mengesankan, Bangsa Mongol juga menggelar operasi militer dengan hati-hati untuk menciptakan teror hebat ke jantung musuhnya. Para musuh itu akan sukarela meletakkan senjata daripada mempertahankan tanah airnya. Kisah kekejaman Mongol menjalari Asia Tengah lebih cepat daripada kedatangan gerombolan prajuritnya.
Setelah kematian Genghis Khan, dunia Islam mengalami masa penundaan serangan Mongol. Khan yang baru, Ogedai anak Genghis, memilih fokus untuk melintasi Pegunungan Ural dan menaklukan Eropa. Tetapi, serupa serangan ke dunia Islam yang tiba-tiba berhenti, Mongol meninggalkan Eropa pada 1241 Masehi saat Ogedai meninggal.
Akibat penghancuran abad ketiga belas, pertanyaan teologis serius bermunculan. Umat Islam masa itu kesulitan mendamaikan keyakinan mereka antara Islam sebagai agama sempurna dan kehancuran yang menimpanya. Tak ada lagi khalifah. Mongol merupakan penyembah berhala. Mereka bukan ahli kitab. Bagi Islam, menjalani takdir kekalahan di tangan Mongol seperti itu sangat problematik.
Para ahli teologi Muslim bangkit memerangi pikiran tersebut dipimpin Ibnu Taymiyyah (1263-1328). Ia berpendapat tak ada yang salah dalam Islam. Menurutnya, masalah umat Islam telah menyimpang dari amalan yang benar dan bencana Mongol ini akibat orang Muslim tersesat.
Kemudian, ia mencoba membersihkan Islam dari apa yang dianggap inovasi yang berlawanan dengan Sunah Nabi. Pada saat yang sama ia menolak legitimasi para pemimpin Muslim yang tidak menegakkan hukum Islam dan bertindak-tanduk dengan cara Islam.
Kelahiran kembali peradaban Islam dimulai di perbatasan barat laut dunia Islam, tempat masyarakat pejuang nomaden Turki bentrok dengan Kekaisaran Byzantium yang mapan dan urban.

BAB VII: AL-ANDALUSIA
Di Semenanjung Iberia, wilayah Spanyol dan Portugal, Islam berinteraksi langsung dengan Eropa Kristen. Masyarakat yang kompleks dan beragam berkembang di sana, terdiri atas Eropa Muslim dan Barat.
Setelah penaklukan di Afrika Utara pada pertengahan abad ketujuh oleh Bani Umayyah, invasi Islam melambat beberapa waktu. Samudera Atlantik dan Laut Tengah seolah menjadi batas alam bagi kerajaan Islam baru.
Di akhir 600-an difokuskan untuk mengonsolidasikan daerah taklukan dan memasukkan penduduknya ke dunia Islam. Pintu penaklukan terbuka lagi pada 710-an, para pasukan Muslim mulai merambah Semenanjung Iberia dan memasukkan daerah jauh lain ke dalam kekuasaan Islam.
Berbagai alasan penaklukan yang cepat di semenanjung tersebut sudah diperdebatkan sejak lama. Ada faktor yang lebih konkret untuk dipahami. Pertama, ketidakpopuleran Roderic dan monarki Visigoth akibat konflik politik yang terjadi sebelumnya.
Suku Arab yang datang ke Andalusia kebanyakan berasal dari Yaman dan sudah lama bertani. Karena itu, kebanyakan dari mereka bermukim di daerah subur di selatan dan di kota-kota utama seperti Kordoba, Valencia, dan Zaragoza. Suku Arab dan Berber banyak yang menikahi penduduk lokal dan menciptakan masyarakat baru yang menggabungkan aspek budaya Arab, Berber, dan Hispanik.
Pada 750-an, saat Abbasiyah berhasil menggulingkan keluarga Umayyah. Di Suriah, sebagian besar anggota keluarga Umayyah dipenjara atau dihukum mati. Seorang Umayyah mudah berhasil lolos dari pembunuhan.
Seorang pangeran berusia dua puluh tahun yang bernama Abdul ar-Rahman berhasil melarikan diri dari Damaskus pada 750 Masehi tepat di hadapan pasukan Abbasiyah. Ia mendapat dukungan bagi keluarga Umayyah di Andalusia pada 755 Masehi. Di sana ia menobatkan diri sebagai penguasa negara Umayyah.
Muslim Arab, Berber, dan Hispanik bergabung menciptakan budaya Andalusia unik yang menyajikan latar belakang dan tradisi beragam di bawah bendera Islam. Orang Kristen yang tinggal di Andalusia mengadopsi budaya Islam dan mengembangkan bahasa, seni, dan adat Arab. Pengaruh budaya dan bahasa masih tampak hingga sekarang dalam bahasa Spanyol.
Taifa di Andalusia berlangsung pada abad kesebelas. Kata ta’ifa bersumber dari Quran, yang memperingatkan Muslim untuk menciptakan perdamaian di antara dua tawa’if, atau pihak, yang bersengketa. Namun, perdamaian dalam periode ini merupakan barang mewah.
Andalusia yang dulu pernah makmur, segera hancur menjadi puing-puing saat perang saudara puluhan tahun membinasakan negeri tersebut. Ketika para raja ta’ifa berperang demi meraih kekuasaan atas Andalusia, hasilnya sungguh disayangkan dan sangat ironis bagi Islam di Iberia.
Hancurnya Toledo pada 1985 oleh Castile menjadi keholangan simbolik dan strategis penting. Karena terletak di tengah-tengah Iberia. Kejatuhan Toledo bermakna bahwa kekuatan Kristen kini dapat langsung mengancam negara Taifa mana pun.
Bagi orang Andalusia, penguasa Muslim Berber dengan budaya, bahasa, dan gagasan asing lebih bisa diterima daripada gangguan Kristen Spanyol yang sepertinya ingin membasmi Islam dari Semenanjung Iberia. Toledo, yang pernah menjadi kota besar Islam, hilang selamanya.
Kedatangan Muwahhidun mendorong kebangkitan Islam. Andalusia memusatkan perhatian pada ibadah Islam. Muwahhidun sebagian besar mengikuti pola yang sama dengan Murabitun. Mereka berusaha memperbaiki hal-hal yang dipandang sebagai penyakit sosial dan kelemahan politik di wilayah itu. Di Andalusia, Muwahhidun mengalami kemunduran saat konflik keluarga berebut kekuasaan mengemuka. Akhir abad kedua belas menjadi saksi timbulnya perang saudara di Andalusia, digabung dengan majunya kerajaan Kristen.
Pada 1212, para kesatria Spanyol, Portugis, Prancis, dan Inggris berkumpul di dekat rangkaian pegunungan Sierra Morena yang menjadi batas antara kekuasaan Islam dan Kristen di Iberia. Di bawah pimpinan Alfonso VIII dari Castile, pasukan Perang Salib berhasil melintasi pegunungan untuk menyerang serombongan besar pasukan Muwahhidun.
Tak seluruh Andalusia kalah setelah jatuhnya Muwahhidun. Emirat Granada, yang memanjang di pantai selatan Iberia, tetap merdeka dari kekuasaan Kristen. Granada menjanjikan pada Castilia bantuan militer dan upeti emas yang berasal dari tambang kaya di Mali, Afrika Barat.
Alhambra menjadi benteng pertahanan kota Granada. Ciri Alhambra yang paling mengejutkan adalah semboyan Emirat Granada yang di plester di seluruh dinding: Wa la ghalib illallah, yang berarti ‘Tiada pemenang selain Allah’.
Pada 1490 dan 1491, menjelang kejatuhan Granada, secara perlahan Spanyol mendekati kota yang sendirian ini. Bahan-bahan pokok dihalangi masuk, pengungsi membanjiri kota, dan rasa putus asa menyelimuti penduduk.
Pada 25 November 1491, Muhammad XII mengutus wazir nya untuk merundingkan syarat-syarat penyerahan pada Monarki Katolik. Lalu pada 1 Januari 1492 secara resmi Granada berpindah tangan ke Spanyol. Muhammad XII menyerahkan kunci gerbang kota tersebut pada pagi hari, sehingga ketika penduduk kota terbangun, mereka menyaksikan bendera yang menyatakan “Dan tak ada kemenangan selain Tuhan” yang berkibar di Alhambra diturunkan kali terakhir saat bendera Kastilia menggantikannya.
Masih ada sekitar 500-600 ribu Muslim dari total penduduk 7-8 juta di seluruh Semenanjung Iberia. Tidak mungkin bagi Monarki Katolik untuk memaksa keluar orang sejumlah itu dalam waktu singkat. Selain itu, Spanyol tak punya cukup warga untuk mengisi kota yang dikosongkan.
Umat Muslim memang kehilangan beberapa kedudukan sosial karena penguasanya berbeda agama, tetapi mereka mendapat kebebasan untuk melanjutkan ibadah sesuai keyakinan di bawah Monarki Spanyol.
Francisco Jimenez de Cisneros, seorang uskup agung, ditunjuk pada tahun 1499 untuk mempercepat proses perpindahan agama dengan melecehkan Muslim Spanyol, menyiksa, dan menangkap secara acak mereka yang tak mau berganti keyakinan.
Menjelang 1502, saat pemberontakan padam, otoritas Kristen memilih melarang Islam di seluruh Spanyol. Akan tetapi, kenyataannya Islam tetap hidup di Spanyol, di bawah tanah.
Raja Philip III, memutuskan untuk mengusir seluruh Morisco keluar dari Spanyol. Seluruh desa Morisco dikosongkan, penduduknya dipaksa ke pantai, tempat kapal-kapal dari Eropa menunggu untuk membawa mereka ke Afrika Utara.
Pada 1614, seluruh orang Morisco sudah pergi dan pemberontakan dipadamkan. Terdapat orang Morisco yang berhasil tetap tinggal di Spanyol dan terus mengamalkan ajaran Islam secara sembunyi-sembunyi selama sekian abad.
Meskipun telah memberikan sumbangan bagi sejarah Semenanjung Iberia dan Eropa, Islam sudah lenyap dari Spanyol. Tetapi, Islam mulai bangkit kembali di Timur, tempat Ottoman akan memperkenalkan Islam kembali ke Eropa dan memimpin masa keemasan baru.


BAB VIII: TEPI
Saat masuk Afrika Utara beberapa dekade setelah wafatnya Nabi, umumnya Islam dianut di daerah pantai. Peradaban yang berkembang di kota-kota Afrika Utara seperti Qayrawan, Tripoli, dan Tangier, terdiri atas campuran pengaruh Arab dan Berber. Kota-kota tersebut tumbuh di bawah bendera Islam dan terkait erat dengan peradaban Islam di Timur Tengah serta Andalusia.
Dari pusat perkotaan, perlahan Islam mulai menyebar ke selatan melintasi Gurun Sahara. Sekelompok Muslim Berber, Tuareg, mendominasi rute perdagangan dari kota-kota Afrika Utara, menyeberangi gurun kosong, dan masuk ke sabana Afrika Barat.
Kerajaan Islam pribumi pertama di Afrika Barat adalah Mali. Didirikan pada 1200-an oleh tokoh mistis Sundiata Keita, penguasa setengah Islam bagi rakyat Mandinka. Ia mendapat julukan Sang Raja Singa. Kemakmuran Mali paling terlihat dalam kekuasaan Mansa Musa, yang memerintah dari 1312 sampai 1337. Mansa Musa memimpin kerajaan yang mungkin menjadi salah satu kerajaan terkaya dan terkuat saat itu.
Pusat keilmuan Mali adalah Timbuktu. Sekitar dua puluh kilometer di utara Sungai Niger, Timbuktu terletak di perbatasan Gurun Sahara dan menjadi tempat pemberhentian utama di sepanjang jalur perdagangan trans-Sahara. Mali salah satu pusat pengetahuan Islam terkemuka di dunia saat itu—ketika peradaban Islam di pusat-pusat tradisional sedang menurun.
Sebelum Nabi Muhammad melakukan hijrah ke Madinah, sekelompok sahabatnya melarikan diri dari siksaan Mekah dan berdiam di Aksum (sekarang Ethiopia) selama beberapa tahun. Di sana mereka diterima oleh raja Kristen. Seorang sahabat Nabi yang biasa menyerukan azan di Madinah, Bilal, adalah bekas budak dari Ethiopia. Hal ini tidak aneh mengingat sebelum Islam datang pada abad ketujuh, hubungan dagang antara Pantai Afrika Timur dan Jazirah Arab telah terjalin.
Cara utama penyebaran Islam di Afrika Timur melalui perdagangan. Saat itu jalur perdagangan Samudera Hindia berkembang, kota-kota negara Afrika Timur menerima para pedagang Muslim. Melalui wilayah tersebutlah Islam mulai menyebar ke kawasan pantai. Lalu terjadi pencampuran budaya yang khas dan menimbulkan berkembangnya budaya hibrida baru dengan Islam sebagai intinya.
Islam juga menyebar ke Tiongkok dalam waktu yang relatif sama. Tidak seperti wilayah lain, Tiongkok tak sepenuhnya menerima Islam dan komunitas Muslim tetap menjadi minoritas. Asal mula Islam di Tiongkok dapat ditelusuri sejak masa khalifah Utsman bin Affan.
Melalui komunitas yang terisolasi di tengah kota Tiongkok, umat Muslim mampu mempertahankan identitas dan peribadatan nya walaupun terpisah ribuan kilometer dari dunia Islam lain. Terisolasi ini berakhir saat penaklukan Mongol pada abad ketiga belas.
Muslim Tiongkok yang paling terkenal hingga saat ini adalah Zheng He—Cheng Ho (1371-1433), salah satu penjelajah terbesar. Ia seorang Hui dari wilayah Yunnan di selatan. Cheng Ho disukai pemerintah Ming dan ditugasi memimpin armada kapal harta karun.
Cheng Ho mampu menjadikan dirinya sebagai tokoh terhormat Islam. orang Tionghoa non-Muslim menghormatinya sebagai salah satu penjelajah terbesar mereka. Cheng Ho adalah simbol bentuk Islam di Tiongkok: Tionghoa asli, tetapi juga Muslim sejati.
Hadirnya bangsa Turki dalam dunia Islam mendorong kekuatan Islam lebih jauh ke India. Adanya catatan terperinci tentang Mahmud dari Ghazni (997-1030), Sultan Turki yang pertama memimpin ekspedisi militer ke pedalaman India.
Meskipun dipisahkan oleh ribuan kilometer dengan pegunungan Himalaya dan Hindu Kush, Kesultanan Delhi berusaha menjaga India agar tetap terikat dengan dunia Islam lain, paling tidak secara nama. Era Kesultanan Delhi terkenal karena penyebaran agama Islam di daerah kekuasaannya.
Melalui gabungan dakwah ulama keliling dan perdagangan Samudera Hindia yang membawa pedagang ke daerah Gujarat dan Bengali, Islam mampu mendapatkan kedudukan dalam masyarakat India hampir di seluruh anak benua. Meski begitu, jumlah populasi Muslim tak pernah melampaui populasi Hindu di India.
Pengaruh pedagang dan pendakwah yang bepergian untuk mengajak penduduk setempat masuk Islam semakin kuat ke wilayah timur, di Kepulauan Melayu. Setelah agama Islam memantapkan diri di kalangan penduduk pantai India, terbukalah peluang bagi pedagang dan pendakwah yang tinggal di India untuk menyebarkan pengaruh Islam ke Asia Tenggara.
Islam mulai menyebar di kalangan penduduk lokal Kepulauan Melayu melalui penguasa Muslim. Perbedaan yang paling utama di Asia Tenggara yakni pendakwah kebanyakan berasal dari pinggiran Samudera Hindia, terutama Yaman. Maka, mazhab fikih yang menonjol di Afrika Timur, pesisir India, dan Asia Tenggara adalah Imam Syafi’i sebab Yaman merupakan pusat ajaran Syafi’i, selain kunci perdagangan Samudera Hindia.
Kerajaan Islam pertama yang berada di Indonesia yakni Samudera Pasai, yang terletak di Pulau Sumatera. Dari Pasai, Islam menyebar ke arah timur hingga Kerajaan Malaka. Terletak di selat yang dilalui hampir seluruh pelayaran India dan Tiongkok kerajaan ini.
Bahasa dan adat Melayu diadopsi seluruh kerajaan yang berdekatan, yang secara budaya menyatukan seluruh wilayah, mulai dari Malaysia, Indonesia, dan Filipina. Pengaruh dari budaya berfungsi sebagai kendaraan bagi Islam.



BAB IX: KELAHIRAN KEMBALI
Tahun pertama dinasti akan diwarnai pertumbuhan yang ekspansif, “keteguhan gurun”, etos kerja keras, dan rendahnya hasrat akan kemewahan duniawi. Generasi kedua meneruskan warisan generasi pertama, tetapi pertumbuhannya melambat saat pemimpinnya lebih menekankan kemewahan kehidupan istana daripada administrasi dan kepemimpinan.
Dilanjutkan oleh generasi ketiga, kehancuran dinasti pun lengkap saat pemimpin dan wazir tenggelam dalam kemewahan dan kenyamanan sehingga negara tidak mampu melindungi diri dari ancaman baik internal, maupun eksternal.
Akibat serangan Mongol, banyak keluarga Turki melarikan diri ke Asia Tengah untuk mengungsi ke daerah perbatasan dunia Islam.
Pendirian tradisional negara Ottoman (Ottoman adalah perubahan bahasa dari Osmanli, nama Turki untuk Kerajaan Osman) dianggap terjadi pada 1299 walaupun penetapan tahun ini mungkin tanpa dasar. Dengan memanfaatkan perpecahan Byzantium, Sultan Orhan dan anaknya, Murad I, mampu menegakkan otoritas Ottoman di sebagian Thrace.
Pada awal berdirinya Ottoman, perang melawan Byzantium menjadi tugas keagamaan. Ghazi (pejuang keimanan) yang bertempur di bawah pimpinan Osman, Orhan, dan Murad percaya bahwa mereka melanjutkan tradisi yang sudah berlangsung berabad-abad tentang Muslim yang mengangkat senjata melawan Byzantium.
Periode terbaik ekspansi awal Ottoman terjadi pada zaman sultan keempat, Bayezid I (1389-1402). Nama julukannya sebagai tentara adalah Yildrim, yang berarti ‘halilintar’, dengan kecakapannya Bayezid I dapat menggerakkan pasukannya ke Eropa dan Asia dengan cepat.
Dengan demikian ia dapat menundukkan Serbia, Bulgaria, dan Yunani. Konstantinopel  dikepung Halilintar, walaupun Ottoman tak memiliki teknologi atau jumlah pasukan yang banyak untuk mendudukkan kota-kota tersebut. Ottoman menjadi kerajaan terkuat di Eropa dan dunia Islam.
Mehmet II naik takhta pada 1451 saat berusia sembilan belas tahun. Selama masa kekuasaannya, cendekiawan pengetahuan Islam tradisional didukung untuk berkembang bersama seniman Kristen Eropa.
Akan tetapi, ada dua ganjalan bagi Mehmet. Yang pertama, ia belum berpengalaman. Ia masih sangat muda saat naik takhta dan tentu saja tidak dipercaya oleh negarawan yang lebih tua yang telah mengabdi kepada ayahnya. Lalu ganjalan yang kedua: Konstantinopel. Kota ini terletak hampir tepat di tengah-tengah kerajaannya.
Selama ribuan tahun, dinding Konstantinopel menjadi saksi banyaknya pasukan yang hancur di bawahnya. Untuk mengatasi dinding kota yang tebal, Mehmet menugaskan seorang insinyur Hungaria membuat senjata kanon terbesar di dunia saat itu.
Pada 29 Mei 1453, pasukan Islam akhirnya berhasil menaklukan kota legendaris ini. Mehmet, yang kemudian dikenal sebagai “Sang Penakluk”, menjadikan kota ini sebagai ibu kota pemerintahan. Penaklukan ini juga menyimbolkan kebangkitan kembali dunia Islam sebagai kekuatan imperial dan multikultural.
Sang penakluk terus memperluas wilayah Ottoman secara militer. Mehmet meninggal dunia pada tahun 1481. Ekspansi militer dan ekonomi dilanjutkan oleh Sultah Bayezid II dan Salim I. Masa pemerintahan Salim dari 1512 sampai 1520, Ottoman mengalahkan Dinasti Safavid di Persia dan mencaplok seluruh Kesultanan Mamluk di Mesir.
Kekaisaran Ottoman sebagai negara Islam tak menindas dan menaklukkan penduduk non-Muslim. Sesuai hukum Islam, non-Muslim diperbolehkan melakukan ibadah berdasarkan agamanya. Masa keemasan negara Ottoman tak diragukan lagi terjadi pada empat puluh enam tahun masa kekuasaan Sutan Suleiman.
Masa penaklukan Ottoman baru berakhir pada akhir abad keenam belas. Eropa akhirnya mampu menyusul dunia Muslim, baik secara teknologi maupun sosial. Butuh waktu beberapa abad sebelum keseimbangan kekuatan bergeser penuh, tetapi kemunduran Ottoman sudah dimulai.
Secara bersama-sama, Ottoman, Safavid, dan Mughal dikenal sebagai Kerajaan Mesiu. Lahir dari sisa-sisa invasi Mongol yang menghancurkan, mereka mewakili kebangkitan kembali dunia Islam. Meskipun membentang di wilayah yang berbeda yang sangat luas, memiliki tujuan politik bertentangan, dan perbedaan keagamaan yang mencolok, mereka memiliki inti budaya yang sama: Islam.
Kerajaan Ottoman-lah yang kali pertama memanfaatkan mesiu dan meriam dalam skala besar, kemudian segera diikuti Safavid dan Mughal. Ini menandai era terakhir superioritas Islam di bidang teknik. Begitu negara-negara Eropa lebih unggul, pada akhirnya ketiga kerajaan itu lenyap pada abad kedelapan belas dan kesembilan belas.



BAB X: KEMUNDURAN
Kebangkitan Kerajaan Ottoman, Safavid, dan Mughal pada abad kelima belas dan keenam belas sekali lagi menandai bangkitnya kekuatan Islam di panggung dunia. Kebangkitan cepat Ottoman diikuti kemandekan dan kemunduran perlahan. Walaupun Ottoman masih menjadi kerajaan terkuat di Eropa saat sang Sultan wafat, ada beberapa faktor yang berperan dalam kemunduran Ottoman.
Alasan utama dan paling gamblang atas kemunduran Ottoman adalah mereka tak mampu lagi mendapatkan kemenangan meyakinkan di medan perang. Awal sejarah, Ottoman memiliki keunggulan teknologi yang jelas dibanding musuh-musuhnya.
Batas-batas kemampuan militer Ottoman tampak jelas dengan Perjanjian Karlowitz pada 1699. Ottoman dipaksa menyerahkan wilayah melalui perjanjian yang dilakukan untuk kali pertama dalam sejarah mereka.
Yang paling signifikan dalam sejarah Ottoman kemudian, sultan yang dipaksa dalam perjanjian untuk mengakui dan melindungi orang Kristen di kerajaannya. Selama masa perkembangan 1300 hingga pertengahan 1500-an, operasi militer Ottoman memberikan deviden besar secara ekonomi dan politik sehingga menciptakan kerajaan pat-etnis yang mendapat keuntungan dari pampasan perang. Tetapi masalahnya, kemunduran kualitas kepemimpinan yang dialami kerajaan ini.
Kenyataan bahwa Kerajaan Ottoman bersedia menyerahkan kedaulatan di wilayahnya sendiri menandakan betapa lemahnya mereka menjelang abad kedelapan belas.
Mahmud II (berkuasa pada 1808-1839) menjadi sultan pertama yang melakukan reformasi. Ia mengorganisasi pemerintahan Ottoman menjadi lebih bergaya Eropa. Reformasi berlanjut dan dipercepat oleh anak Sultan Mahmud, yaitu Abdulmajid I (berkuasa pada 1839-1861) dan Abdulaziz (1861-1876).
Masa kekuasaan Abdulmajid mengantarkan era yang dikenal sebagai Tanzimat, bahasa Turki untuk reorganisasi. Hampir tak ada aspek pemerintahan dan kehidupan sosial Ottoman yang tak tersentuh Tanzimat. Perubahan era Tanzimat meliputi sistem pos modern, bank nasional, sensus, reformasi pajak, parlemen kuno, dan lagu kebangsaan Ottoman.
Akan tetapi, kenyataannya Ottomanisme gagal menyatukan rakyat dalam satu identitas. Kapitulasi pada negara Eropa menyebabkan orang Kristen mendapatkan keunggulan ekonomi yang sangat besar, yang tak dimiliki orang Islam. Pada akhirnya, usaha menyatukan seluruh warga Ottoman menjadi satu bangsa hanya meningkatkan ketegangan dan agitasi antar-kelompok keagamaan dan etnis.
Era Tanzimat berlangsung sampai 1876. Reformasi periode ini gagal memperlambat kemunduran negara Ottoman. Era baru imperialisme dan kolonialisme pun dimulai. Sebagian pejabat pemerintahan berpendidikan Barat, yang dikenal sebagai Ottoman Muda, meyakini kegagalan Tanzimat itu karena kurang liberal.
Abdulhamid mungkin menjadi salah satu Sultan Ottoman yang paling siap selama berabad-abad. Sesuai karakter era klasik sultan Ottoman, ia seorang serbabisa. Ia menjadi penyair dan pegulat, bahkan membuat furnitur nya sendiri.
Walaupun berjanji meneruskan reformasi Tanzimat liberal, Abdulhamid membawa kerajaan menuju arah baru. Reformasi yang berusaha membatasi kekuasaan sultan dan mengalihkannya ke parlemen ditinggalkan. Abdulhamid berusaha mengembalikan kekuatan tradisional kesultanan.
Pan-Islamisme sangat didukung selama masa kekuasaannya karena ia berharap bisa memberikan energi baru ke dalam pergerakan Ottoman. Sambil berharap menyatukan semua Muslim dalam gagasan pan-Islam, Abdulhamid mengembalikan bentuk Islam ortodoks yang telah hilang selama tahun-tahun Tanzimat.
Tujuan pan-Islamismre Abdulhamid sesuai dengan aspek non-sekuler Tanzimat. Dan, reformasi yang bertujuan memperkuat kerajaan terus berlangsung. Selama masa kekuasaannya, pendapatan meningkat dan korupsi menurun.
Pada 1909, Abdulamid diberhentikan oleh perkumpulan rahasia yang dikenal sebagai Turki Muda. Dengan didukung orang Kristen Turi dan diilhami liberalisme sekuler Eropa, Turki Muda berhasil mengakhiri tiga puluh tiga tahun masa kekuasaan Abdulhamid.
Akan tetapi, mereka memilih untuk tak mengakhiri kesultanan. Hingga tiga puluh tahun berikutnya, dua sultan masih memimpin, tetapi hanya sebagai boneka tanpa otoritas. Kekuasaan seseungguhnya dalam sejarah Ottoman berikutnya berada di tangan Turki Muda.
Mughal terdiri atas beberapa gabungan dari beragam raja dan gubernur yang menyatakan kesetiaannya kepada kaisar. Kesetiaan ini memudar bertahun-tahun setelah kematian Aurangzeb. Alasan utamanya, perang suksesi yang menggoncangkan kerajaan.
Maratha, konfederasi Hindu di Deccan Barat menjadi salah satu ancaman terbesar bagi keberlanjutan keberadaan Mughal. British East India Company, entitas dagang yang telah berbisnis di India sejak awal 1600-an, memanfaatkan perpecahan di seluruh India untuk memperluas kendali di anak benua ini.
Keadaan berubah saat tentara India, yang bekerja di pasukan East India Company, disebut sepoy, memberontak pada 1857. Pemberontakan Sepoy ini adalah kabar bahwa peluru mesiu yang harus digigit untuk dibuka ternyata diolesi minyak lemak babi dan sapi. Pemberontakan ini berujung kegagalan bagi India, tetapi juga mempercepat berakhirnya kekuasaan East India Company di anak benua tersebut.
Imperialisme Eropa mampu memainkan peran langsung di wilayah yang lebih jauh dari pusat kekuasaan Islam tradisional di Istanbul dan Delhi. Pantai Mediterania di Afrika Utara telah menjadi wilayah Ottoman sejak abad keenam belas.
Kolonialisme Eropa tak hanya terbatas di Afrika sebelah utara. Negara-negara Islam Afrika Barat yang terpencil dan negara pantai Afrika Timur yang berbasis perdagangan pun jatuh ke tangan Eropa.



BAB XI: GAGASAN LAMA DAN BARU
Salah satu tema pokok dalam Islam adalah ketegasan dan kesempurnaan. Banyak orang meninggalkan keyakinan pagan dan mengikuti Nabi Muhammad karena yakin bahwa ia mendapat wahyu Tuhan dan membawa agama yang benar bagi kemanusiaan, yang akan merevolusi dunia.
Periode seratus tahun pertama setelah wafatnya Nabi menjadi saksi penyebaran kontrol politik Islam dari selatan Prancis hingga India. Kemunduran akibat Perang Salib dan invasi Mongol terbukti hanya menjadi duri kecil dalam sejarah Islam karena kemudian diikuti dengan kebangkitan kerajaan yang lebih kuat. Akan tetapi, kemudian kemunduran peradaban Islam dan penaklukan oleh Eropa bisa menjadi masalah teologis.
Kebangkitan gagasan politik baru ini beriringan dengan perubahan kehidupan sosial umat Islam di bawah kendali Eropa. Pada awal abad kedua puluh, kota-kota yang pernah menjadi pusat kehidupan sosial dan politik Islam—Kairo, Damaskus, dan Baghdad—berfungsi sebagai tempat pertemuan antara umat Islam generasi lampau dengan kelompok Eropa pasca-Pencerahan.
Kebangkitan Turki Muda hanya membuat bangsa Arab merasa semakin terasingkan. Maka, gagasan nasionalisme Arab Kristen mulai diadopsi oleh Muslim Arab. Kelompok-kelompok rahasia di Damaskus yang bertujuan mendirikan negara Arab, tumbuh subur di tengah penguasa Ottoman. Menjelang 1910-an, mereka menjalin hubungan dengan kekuatan Eropa Barat yang berhasrat memecah belah Kerajaan Ottoman, yang selama berabad-abad menjadi kutukan bagi kekuatan Eropa.
Usaha pertama untuk membangkitkan Islam tradisional dilakukan Muhammad bin Abdul Wahhab (1703-1792). Berasal dari sebuah suku di gurun pasir Jazirah Arab, ia mungkin menjalani gaya hidup bangsa Arab yang tak jauh berbeda dari masa Nabi. Ia menganut tradisi Hanbali dari Ahmad bin Hanbal dan Ibnu Taymiyyahm yang menekankan keunggulan tradisi kenabian yang autentik di atas segalanya.
Tetapi, kebangkitan nasionalisme sekuler keras di dunia Arab dan Mesir nantinya akan menindas Ikhwanul Muslimin selama berpuluh tahun.
Perang Dunia Pertama menyebabkan kematian akhir dari kontrol politik Islam. Ottoman jelas-jelas sudah dikalahkan, wilayah mereka ditaklukan dan dijajah oleh Inggris, Prancis, Rusia, dan Italia. Inilah keruntuhan dan penaklukan yang bahkan lebih luas daripada Perang Salib dan Mongol.
Pada akhir Perang Kemerdekaan, Mustafa Kenal mengumumkan pembentukan negara baru, Turki, untuk menggantikan Kerajaan Ottoman. Kesultanan Ottoman dihapuskan pada 623 tahun setelah Osman mendirikannya di sepanjang perbatasan Kerajaan Byzantium.
 Periode 1960-an menjadi saksi kemerdekaan negara-negara di sepanjang sub-Sahara Afrika, terdiri atas Nigeria, Mali, Mauritania, Kenya, dan Tanzania. Di Asia Tenggara, muncul gerakan kemerdekaan melawan imperialisme Inggris dan Belanda. Indonesia berdiri setelah perang yang panjang dan brutal melawan kekuasaan Belanda pada 1949.
Meskipun menggunakan bahasa, budaya, dan agama yang sama, Indonesia dan Malaysia menjadi negara terpisah berdasarkan batas-batas yang ditetapkan oleh Inggris dan Belanda.
Sifat sejarah Islam yang berulang menunjukkan bahwa setelah periode lemah dan invasi, kekuasaan Islam yang baru dan kuat akan bangkit, mengembalikan kejayaan negara Islam lama. Setelah kebangkitan negara-negara Kristen di Andalusia, Murabitun, dan Muwahhidun bangkit dari abad kesebelas dan kedua belas untuk menyatukan Iberia dan Afrika Utara. Setelah invasi Perang Salib dan penerusnya, Mamluk menyatukan Mesir, Suriha, dan Hijaz.
Bagian terbesar kegagalan tersebut adalah pergeseran ideologi yang tegas dalam politik Islam. Dalam sepanjang sejarah Islam, negara baru telah mendasarkan dirinya pada aturan Islam itu sendiri. Pada abad kedua puluh, berbagai negara Islam yang baru merdeka tidak melihat kejayaan masa lalu dan berusahan menciptakannya kembali.
Akan tetapi, melalui imperialisme Eropa, gagasan ini ditanamkan dalam pikiran masyarakat kelas atas Islam yang akhirnya memimpin pemerintahan setelah merdeka. Contoh paling ekstrem adalah Turki, yang secara resmi menganggap syariah melanggar hukum, menghapuskan kekhalifahan dan memproklamasikan diri sebagai negara sekuler sepenuhnya.
Dengan dipimpin Mesir, dunia Arab mengadopsi sosialisme dan nasionalisme sebagai sarana menciptakan negara-bangsa yang kuat. Meskipun pad dasarnya negara Syi’ah, Iran, dipimpin pemerintahan sekuler yang sejalan dengan Barat hingga 1979.
Tetapi, secara keseluruhan, negara-negara Islam meninggalkan gagasan politik Islam dan memilih ideologi sekuler yang dipromosikan Barat. Dunia Islam harus benar-benar menyatukan masa lalu yang berorientasi Islam dengan masa kekinian yang didominasi paham sekuler.
Mereka meyakini bahwa pendidikan, pembenahan struktur politik yang ada, dan pelayanan masyarakat yang baik, akan dapat mempercepat kembalinya Islam politik. Pandangan masyarakat Islam tentang peran Islam masa kini tetap terpecah. Dikotomi ini ada di seluruh dunia Islam. cara penyelesaiannya akan menentukan arah dunia Islam dalam dekade dan abad mendatang.

Apakah Islam sekali lagi akan memainkan peran penting, apakah nasionalisme dan sekularisme menjadi ideologi penggerak baru, ataukah akan ditemukan keseimbangan di antara kedua belah pihak.

Dibuat dalam Rangka Memenuhi Tugas Sejarah Peradaban Islam Akuntansi Syariah 2A IAIN Surakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar