BAB
I: ARAB PRA-ISLAM
Luas semenanjung Arab lebih dari dua
juta kilometer persegi di pojok barat laut benua Asia. Letaknya yang di antara
Asia, Afrika, dan Eropa, membuat tanah ini memiliki hubungan unik dengan tiga
benua Dunia Lama. Sekalipun posisinya strategis, Arab diabaikan sebagian besar
orang luar. Hampir tak ada yang bisa menyalahkan orang luar bila mengabaikan
Semenanjung Arab. Iklim keringnya sangat tidak ramah, bahkan bagi para suku
nomaden yang tinggal di sana.
Segala hal tentang kehidupan orang
Arab didasarkan pada lingkungan keras tempat ia tinggal. Karena ketidakmampuan
gurun mendukung kebudayaan bermukim, orang Arab terus-menerus berpindah untuk
mencari daerah subur bagi kelompoknya. Salah satu teori etimologi sebutan
“Arab” bahkan mendasar bahwa kata itu sendiri berakar dari istilah bahasa Semit
yang berarti ‘berkelana’ atau ‘nomaden’.
Dalam masyarakat suku dan nomaden
seperti ini, ungkapan artistik sulit disalurkan. Sumber daya dan waktu yang
dibutuhkan untuk menyelesaikan patung dan lukisan seperti kebudayaan kuno Mesir
dan Yunani hampir tak ada. Tetapi, hasrat alamiah manusia mencari keindahan ini
menemukan bentuk baru; bahasa. Mungkin lebih dari bahasa lain di dunia, bahasa
Arab itu sendiri merupakan sebentuk ungkapan artistik.
Meskipun berada jauh di gurun
Semenanjung Arab, bangsa Arab tidaklah terisolasi dari para tetangganya sama
sekali. Bangsa Romawi telah menjadi adikuasa regional di sepanjang perbatasan
utara Semenanjung pada dekade awal Masehi. Bagi bangsa Arab Badui, hal ini
berarti hadirnya mitra dagang yang kaya dan kuat di sebelah utara.
Baik Romawi maupun Persia, berusaha
untuk mendapatkan keunggulan dengan memanfaatkan suku-suku Arab (biasanya yang
telah memeluk agama Kristen) sebagai wakilnya. Bersemangat memanfaatkan konflik
ini untuk kepentingan sendiri persekutuan dua suku Arab pun berkembang menjadi
negara sekutu demi kekuatan besar.
Dalam globalisasi dunia yang
meningkat pada awal 600-an, bangsa Arab sadar akan keberadaan para tetangga
mereka dan terpengaruh oleh peristiwa-peristiwa yang terjadi di luar
Semenanjung Arab. Menjadi persimpangan tiga negara besar menyebabkan mereka
mafhum akan politik internasional dan memiliki keahlian memanfaatkan persaingan
demi keuntungan mereka.
Meski tinggal di lokasi yang
“berbahaya”, bangsa Arab aman di tengah-tengah gurun. Mereka menyebut itu Jazirat Al-Arab, yang berarti ‘pulau
bangsa Arab’—menggambarkan betapa terisolasinya bangsa ini. Lingkungan yang
keras membuat tak satu pun negara-negara di sekelilingnya dapat menyerbu dan
menduduki tanah Arab.
Dalam lingkungan yang terlindung
ini, sebuah gerakan akan bangkit pada awal 600-an. Gerakan tersebut akan
berimplikasi besar bagi negara-negara sekitarnya, dan akhirnya seluruh dunia.
Gerakan ini akan mengubah nasib bangsa Arab selamanya, dengan membangun dan
memanfaatkan kemampuan uniknya serta membuang perilaku budaya negatif yang
telah menjadikan mereka bangsa nomaden pengembara dan suka berperang.
Faktor geografi, iklim, dan politik
bersama-sama menghadirkan lingkungan sempurna
tempat Islam lebih cepat tubuh menjadi kekuatan dunia dibanding gerakan,
agama, atau kekaisaran mana pun di dunia. Kekuatan itu akan menyapu padang Gurun
Arab, menaklukan berbagai wilayah dan mengasimilasi beragam bangsa, serta
menciptakan imperium yang membentang dari Spanyol sampai India pada awal
700-an—terbesar di dunia saat itu.
Pertumbuhan kekuasaan dan kebudayaan
berhasil dicapai karena kehadiran seseorang yang membawa pesan revolusioner dan
janji bagi nasib baru bangsa Arab, seseorang yang sanggup melangkahi padang
pasir Arab: Muhammad.
BAB
II: KEHIDUPAN SANG NABI
Nabi Muhammad lahir di Kota Mekah
sekitar 570 Masehi. Ia berasal dari klan Bani Hashim, bagian suku Quraisy yang
mengendalikan Mekah—pusat perdagangan dan agama di jantung Semenanjung Arab.
Kehidupan awal Muhammad ditandai
dengan kesulitan dan kehilangan. Ayahnya, Abdullah, wafat sebelum ia lahir.
Ibunya, Aminah, wafat saat ia berusia enam tahun. Kakeknya yang dihormati, Abdul
Muttalib, kemudian merawatnya. Dua tahun kemudian, kakeknya wafat dan Muhammad
tinggal dengan paman dari pihak ayahnya, Abu Thalib.
Meskipun berasal dari suku Quraisy
yang kaya, Muhammad tidak tumbuh bergelimang harta. Ia menemani pamannya dalam
perjalanan perdagangan ke Suriah saat kecil, “memperkenalkannya” ke dalam
tradisi nomaden Arab yang lampau.
Reputasinya sebagai pedagang yang
jujur menyebabkan dia mendapatkan dua nama julukan: as-Sadiq dan al-Amin,
yang berarti ‘yang benar’ dan ‘dapat dipercaya’. Ia pun kemudian dihormati
orang-orang Quraisy. Menjelang usia dua puluh tahun, Muhammad sudah menjadi
pedagang sukses dan bekerja sebagai agen usaha seorang janda kaya bernama
Khadijah. Saat Muhammad berusia dua puluh lima tahun, Khadijah melamarnya dan diterima
meskipun umurnya terpaut jauh.
Menurut tradisi Islam, pada 610
Masehi, saat berdiam di gua, Muhammad mengalami sesuatu yang baru. Malaikat
tiba-tiba muncul di depannya dan memerintahkan. “Bacalah!” Ia menjawab bahwa ia
tak bisa membaca.
Sekali lagi, malaikat
memerintahkannya untuk membaca. Muhammad menjawab bahwa ia tak bisa. Untuk kali
ketiga, malaikat memerintahkan agar ia membaca dan untuk kali ketiga, Muhammad
menjawab bahwa ia tak bisa. Kemudian, malaikat membacakan kepadanya ayat-ayat
Quran yang pertama diturunkan:
Bacalah,
dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan.
Ia
menciptakan manusia dari segumpal darah.
Bacalah;
atas nama Tuhan.
Dialah
yang telah mengajarkan degan pena.
Mengajari
manusia yang tidak ia ketahui.
(Al-‘Alaq [96]: 1-5)
Muhammad mengulangi kata-kata
tersebut di hadapan malaikat, yang kemudian memberitahukan bahwa ia Jibril,
Utusan Allah. Kaget dan takut, Muhammad bergegas pulang ke rumah karena tak tau
apa arti perjumpaan tersebut. Setelah diperkuat oleh istri dan sepupu istrinya,
Muhammad menerima misinya sebagai Pembawa Pesan Tuhan dan di mulailah
kehidupannya sebagai Nabi.
Orang pertama yang mendengar
kenabian Muhammad dan memercayainya adalah Khadijah, yang dapat dikatakan
langsung memeluk agama Islam sekembali Muhammad dari gua. Nabi mulai mengajak
kalangan terdekat masuk ke agama baru ini. Dakwah pertama-tama dilakukan secara
sembunyi-sembunyi. Mekah terdiri atas masyarakat politeis sehingga gagasan satu
Tuhan yang menggantikan banyak sembahan pasti akan dianggap ancaman.
Karena takut menghadapi reaksi
masyarakat, tetapi tunduk kepada gagasan agama baru ini, para pengikutnya
disebut Muslim, yang berarti ‘orang yang tunduk’. Kata Islam itu sendiri, yang merupakan akar kata Muslim, berarti ‘ketundukan kepada Tuhan dan kehendak-Nya.’
Tetapi, Islam bukanlah agama yang
hanya memikirkan teologi dan kehidupan setelah mati. Ayat-ayat yang turun awal
juga mencela penyakit sosial yang merebak di Mekah. Quran menyatakan
ketidakpedulian kepada orang miskin akan merusak kemantapan tatanan sosial yang
adil dan akan mengakibatkan hukuman di akhirat nanti. Sebuah tatanan sosial
baru telah disibak, dengan meninggalkan kesukuan dan menuju nasionalisme kesatuan
Islam di bawah hukum ilahi.
Pesan keagamaan dan sosial berjalin
kelindan dengan pesan politis, menyatukan kerajaan Muslim yang menjangkau
seluruh Semenanjung Arab. Untuk kali pertama dalam sejarah, seluruh bangsa Arab
bersatu
Nabi Muhammad memperingatkan agar
menghindari penindasan, memperlakukan perempuan dengan hormat dan cinta, serta
meninggalkan persaingan suku yang telah mengutuk kebudayaan Arab selama
berabad-abad.
Menurut keyakinan Islam, Nabi
Muhammad berperan sebagai utusan Tuhan, menyampaikan kata-kata Tuhan dalam
Quran, dan bertindak sebagai teladan bagi kaum Muslimin.
Setelah dua puluh tiga tahun
bertindak sebagai Nabi Allah, misinya pun selesai. Quran telah difinalisasi dan
dicatat dalam lembar-lembar kulit, daun, dan tulang. Tetapi, yang lebih
penting, telah dihafal seluruhnya oleh sahabat-sahabat Nabi.
BAB
III: KHULAFAUR RASYIDIN
Wafatnya Nabi menyebabkan tumpahnya
kesedihan di jalan-jalan Madinah. Tetapi, wafatnya Nabi juga memunculkan
pertanyaan tentang kepemimpinan di Madinah. Perbedaan pendapat dalam kelompok
tersebut tentang siapa yang harus mendapat otoritas atas negara Muslim muda ini
dapat mengancam perpecahan umat.
Akhirnya, Umar mencalonkan Abu Bakar
menjadi pemimpin politik negara kesatuan Muslim yang berpusat di Madinah.
Setelah Khadijah, dialah orang pertama yang menerima Muhammad sebagai nabi dan
masuk ke agama baru itu.
Abu Bakar mendapat gelar Khalifat-ul-Rasul, berarti ‘Penerus
Utusan Tuhan’—disingkat khalifah—pada 632. Khalifah bukanlah nabi baru. Kitab
Quran jelas menyatakan Muhammad sebagai nabi terakhir dan tak ada lagi nabi
yang datang setelahnya.
Maka, khalifah diharapkan menjadi
pemimpin yang cakap, mampu mengelola permasalahan negara Muslim dengan efektif,
juga mampu melindungi agama yang dibawa Nabi Muhammad dan menggerakkan orang
untuk mengikutinya sebisa mereka.
Perlahan-lahan, kesetiaan kepada
khalifah menyebar di seluruh Jazirah Arab. Pada 633, perang melawan kemurtadan
selesai dan seluruh Arab sekali lagi bersatu sebagai negara kaum Muslim. Islam
telah berhasil selamat melewati tantangan politik, menghapuskan pertanyaan
tentang kesetiaan pada Islam dan kepemimpinan politik sepeninggal Nabi.
Kekhalifahan Abu Bakar hanya
berlangsung dua tahun—dari 632 sampai wafatnya pada 634 Masehi.
Seperti Abu Bakar, Umar termasuk
orang yang masuk Islam sejak awal. Ia menyatakan keimanannya di hadapan Nabi di
Mekah sebelum hijrah dan selalu bersama Nabi di seluruh peprangan dan peristiwa
besar di Madinah. Berdasarkan tradisi Islam, tampaknya tak ada penolakan atas
pengangkatan dirinya sebagai khalifah.
Selama sepuluh tahun menjabat
khalifah, Umar telah mengubah negara Islam muda dari yang mulanya terdiri atas
masyarakat perampas di gurun menjadi sebuah kekuatan regional. Ekspansi cepat
dibarengi stabilitas sosial membuktikan kemampuannya yang luar biasa sebagai
administrator dan pemimpin. Dia menjadi salah satu penguasa paling berhasil
dalam sejarah Islam.
Kekuasannya tiba-tiba berakhir pada
644, setelah dia dibunuh di Madinah oleh seorang budak Persia yang iri kepada
pemimpin karismatik ini. Menjelang wafat, Umar menunjuk majelis berisi enam
pemimpin yang dihormati masyarakat Madinah untuk memilih penerus dari mereka
sendiri. Mereka memilih Utsman bin Affan, salah seorang pemeluk Islam awal.
Melihat keberhasilan kebijakan Umar,
Utsman berjanji mengikuti langkah pendahulunya dan menegakkan praktik yang sama
dengan khalifah sebelumnya. Ia pun diangkat pada akhir 644 Masehi.
Latar belakang Utsman dari keluarga
bangsawan berperan besar dalam keputusan-keputusannya sebagai khalifah. Berasal
dari keluarga Umayyah cukup berpengalaman soal tata negara sebelum datangnya Islam
dan Utsman mengandalkan pengalaman tersebut dalam keputusan pribadinya.
Popularitas Utsman tentu saja tak
setinggi dua pendahulunya, tetapi terlalu berlebihan bila di asumsikan sedang
terjadi revolusi masif untuk menurunkannya dari tampuk kekuasaan. Malahan,
sekelompok kecil pasukanlah yang akan menimbulkan perubahan penuh kekerasan dan
kekacauan pada pemerintahan Madinah.
Pada 656, sekelompok tentara datang
dari Mesir ke Madinah untuk memprotes langsung khalifah berkaitan dengan
kebijakannya dan pembagian pampasan antara pasukan dan pemerintahan sipil di
Mesir. Hukum perang berlaku di Madinah dan penduduknya hanya bisa tercekam
ketakutan menyaksikan para pemberontak memaksa masuk ke rumah Utsman dan
membunuhnya saat ia sedang duduk membaca Quran. Khalifah wafat, demikian pula
persatuan dunia Islam.
Sebagai penentu kepemimpinan di
Madinah, para pemberontak menunjuk sendiri khalifah barunya. Pilihan terbaik
adalah Ali, karena Ali merupakan sahabat Nabi yang paling dihormati dan masih
hidup. Ali terkait dengan Nabi dalam dua cara: sepupu dan menantu.
Ali, yang teguh mempertahankan
kehormatan dan keadilan sebagaimana para sahabat terdekat Nabi, awalnya menolak
ditunjuk oleh orang-orang yang memberontak terhadap khalifah. Diyakinkan oleh
tokoh-tokoh utama lain di Madinah bahwa dirinya yang paling bisa memenuhi
syarat dan paling mampu untuk mengembalikan kedamaian di dunia Islam.
Kelompok utama Khawarij berhasil
dihancurkan, tetapi gerakan tersebut terus berlanjut dalam bentuk klandestin
(sembunyi-sembunyi) dengan tujuan menurunkan Ali dan Mu’awiyah.
Akan tetapi, mereka berhasil
membunuh Ali. Saat Ali sedang salat subuh di masjid di Kufa, seorang pembunuh
menikamnya, membuat kekuasaannya yang bergolak itu berakhir dalam kekerasan.
Tampuk kekhalifahan jatuh pada satu-satunya orang di dunia Islam yang mendapat
dukungan luas dan mampu menjadikan pemimpin yang efektif: Mu’awiyah.
BAB
IV: PENDIRIAN NEGARA ISLAM
Terbunuhnya Ali di tangan Khawarij
dan naiknya Mu’awiyah menjadi khalifah menandai akhirnya era yang biasa disebut
Khulafaur Rasyidin. Bentuk pemerintahan dan
masyarakat Islam berubah secara mendasar selama sembilan belas tahun
pemerintahan Mu’awiyah, sejak 661 hingga 680 Masehi.
Tahun terakhir kekhalifahan Ali
ditandai perpecahan de facto antara
kekuasaan Mu’awiyah dan Ali. Tetapi, dengan wafatnya Ali, Mu’awiyah bebas
memperluas kekuasaan di wilayah-wilayah yang sebelumnya setia kepada Ali dan
menyatukan dunia Islam di bawah perintahnya.
Mungkin ia memang satu-satunya orang
yang saat itu mendapat dukungan untuk mengelola tugas monumental semacam ini.
Ia sangat populer di Suriah, provinsi yang dipimpinnya sebagai gubernur selama
dua puluh tahun sebelum menjadi khalifah.
Tetapi, ia tetap mempunyai musuh,
terutama di Irak. Di sana berkembang pandangan umum yang cenderung memilih
kekhalifahan diwariskan kepada anak Ali, bernama Hasan. Sebagai negarawan
pragmatis, Mu’awiyah tak ingin membawa dunia Muslim dalam peperangan lagi untuk
memperebutkan kepemimpinan.
Alih-alih memobilisasi pasukan untuk
menghancurkan oposisi, ia menegosiasikan perjanjian dengan anak Ali dan
hasilnya, Hasan akan menyerahkan seluruh klaim kepemimpinan dan menghabiskan
hidup untuk kegiatan ibadah dan ilmu pengetahuan di Mekah.
Meskipun berhasil menyatukan dunia
Islam setelah kekacauan pada masa Khalifah Ali, ada satu keputusan Mu’awiyah
yang menajadikannya sebagai karakter kontroversial dan mengubah bentuk
pemerintahan Islam selama 1300 tahun berikutnya. Ia menunjuk Yazid, anaknya,
sebagai penerus.
Setelah pergolakan politik pada masa
Khalifah Ali, tantangan utama Mu’awiyah menjaga dunia Islam berpadu di bawah
satu pemerintah. Walaupun ia sukses besar, tak ada jaminan seluruh khalifah
berikutnya mampu memanfaatkan ancaman luar atau manuver politik untuk
meminimalkan perpecahan internal.
Dengan demikian, Mu’awiyah merasa
bahwa satu-satunya cara untuk melindungi persatuan dan keharmonisan sosial
adalah dengan memotong kemungkinan perang suksesi dan menjadikan kekhalifahan
berdasar keturunan.
Pemilihan Yazid bukannya tanpa
kontroversi. Tak seperti ayahnya, Yazid belum pernah mengenal langsung Nabi dan
tak memiliki aura yang terlihat pada para sahabat. Selain itu, ada rumor di
kota suci Mekah dan Madinah tentang kehidupan Yazid yang penuh dosa.
Permasalahan bertambah pelik karena
sebagian orang di Irak ingin menyaksikan keturunan Ali mendapatkan gelar
khalifah di dunia Islam. Hasan, anak tertua Ali sudah wafat pada masa
Mu’awiyah. Maka, dukungan pun jatuh ke tangan Husein, adiknya.
Pemberontakan Abdullah bin al-Zubair
tak lebih baik hasilnya. Setelah membunuh Husein, masyarakat di dunia Islam
umumnya mendukung perlawanan terhadap pemerintahan Umayyah. Lagi pula, Husein
adalah cucu kesayangan Nabi. Pembunuhan keturunan Nabi mengejutkan banyak
pengikut yang saleh.
Setelah kematian Yazid, kendali Bani
Umayyah seolah runtuh di dunia Islam. Abdullah menyatakan diri sebagai
khalifah, dan mendapat sumpah setia dari penduduk Irak, Mesir, dan bahkan
golongan pinggiran Suriah.
Di bawah Marwan dan anaknya, Abdul
Malik, Bani Umayyah mengambil kembali kendali atas Suriah, Mesir, dan Irak, dan
akhirnya memadamkan pemberontakan Abdullah bin al-Zubair di Mekah pada 692
Masehi.
Begitu Bani Umayyah mengambil
kendali, periode perang saudara antara 680 dan 692 M seperti tak lebih dari
cegukan kecil. Pada akhir 600-an dan awal 700-an, Bani Umayyah melanjutkan
periode kedua ekspansi militer cepat dan pertumbuhan ekonomi yang akan
menandingi periode mana pun dalam sejarah Islam sebelum dan sesudahnya.
Khalifah Abdul Malik mengirimkan
pasukan untuk menaklukan Kartago, pos luar terakhir di bawah kontrol Byzantium
di Afrika Utara pada 698. Dengan demikian, daerah terakhir Byzantium Afrika
Utara lenyap setelah penguasanya dipaksa mundur ke Sisilia dan Yunani.
Ekspansi Umayyah pada awal abad
kedelapan menjadi luar biasa karena tak terbatas pada Afrika Utara dan Spanyol.
Dari sisi yang sebaliknya dari kerajaan, pasukan Umayyah bergerak maju menuju
daerah tak dikenal yang bahkan pasukan Aleksander pun tak berani mendatanginya.
Pendorongnya yakni kapal dagang Muslim yang kembali dari Ceylon (sekarang
menjadi Srilanka) usai diserang bajak laut yang bermarkas di pojok barat laut
India, Sindh.
Sebuah upaya pernah dilakukan
khalifah Umar bin Abdul Aziz untuk membatalkan kebijakan pajak yang tak Islami
selama masa kekuasaannya dari 717 sampai 720 Masehi. Orang-orang Islam
berikutnya memberi gelar kehormatan kepada Umar II sebagai “Khulafaur Rasyidin
Kelima” karena reformasi bernapaskan agama yang ia lakukan.
Semakin meningkatnya jumlah non-Arab
yang masuk Islam, ketidakpuasan kebijaksanaan pajak yang tidak setara pun
berkembang. Karena ketidakpuasan ini, keluarga tua lain dari Mekah bangkit
untuk mengambil alih kekhalifahan: Bani Abbasiyah.
Bani Abbasiyah mendapatkan namanya
dari paman Nabi, Abbas, yang menjadi kepala keluarga klan tersebut. Awal 700-an
muncul rumor bahwa salah satu keturunan Ali secara resmi telah memindahkan hak
kekuasaan kepada Bani Abbasiyah.
Bani Abbasiyah memberikan janji
masyarakat yang lebih setara di bawah kekhalifahan nya dan secara samar
menjamin keturunan Ali akan memainkan peranan lebih besar dalam pemerintahan
Islam. pada 747 M, Bani Abbasiyah secara resmi menyatakan pemberontakan
terbuka.
Revolusi Abbasiyah pada pertengahan
700-an menobatkan dinasti kedua untuk mengendalikan kekhalifahan. Pemberontakan
tersebut didasari gagasan untuk membangun pemerintahan yang lebih sejalan
dengan teladan Nabi.
Janji-janji besar dan idealistis
memang perlu untuk menggalang dukungan beragam grup yang membuat revolusi ini
berhasil. Satu hal yang benar-benar dimajukan Bani Abbasiyah adalah peran
non-Arab dalam masyarakat.
Perang Tours pada 732 Masehi dalam
masa Umayyah menyebabkan berhentinya ekspansi Muslim ke Eropa, dan konsolidasi
kekuatan di Andalusia menjadi fokus utama pengungsi Umayyah yang mengontrolnya.
Orang-orang Turk yang menyebar ke
daratan Asia Tengah tak menyongsong peradaban Islam lewat penaklukan, tetapi
melalui migrasi ke jantung dunia Islam pada 800-an dan 900-an.
BAB
V: MASA KEEMASAN INTELEKTUAL
Perkembangan dalam bidang ilmiah,
religius, filsafat, serta kebudayaan terjadi pada abad kesembilan sampai ketiga
belas. Dalam masa ini, pencapaian kebudayaan sebelumnya dipadukan,
dibandingkan, dan menjadi landasan untuk menciptakan zaman keemasan baru dalam
penemuan ilmiah.
Dalam pikiran khalifah Abbasiyah
ketujuh, al-Ma’mun (813-833), masyarakat ideal masa depan hanya bisa diwujudkan
melalui ilmu pengetahuan dan rasionalisme. Dengan pemikiran tersebut, ia
mendirikan institut pendidikan di Baghdad yang dikenal dengan nama Rumah Hikmah
(Bayt al-Hikmah).
Cendekiawan terkenal dari seluruh
dunia berkumpul di Baghdad sebagai bagian proyek al-Ma’mun untuk memajukan ilmu
pengetahuan yang bermanfaat bagi seluruh dunia.
Yang membuat Rumah Hikmah dan Masa
Keemasan ini unik adalah konteks terjadinya. Pertama, ekspansi kerajaan Muslim
berhasil meruntuhkan dinding-dinding yang sebelumnya memisahkan kelompok yang
berbeda. Kedua, dalam era awal Abbasiyah: bahasa Arab menjadi bahasa perantara
yang dapat menyatukan orang-orang dari berbagai latar belakang. Yang ketiga,
Islam sendiri memerintahkan untuk mencari ilmu, menjadikan penelitian sebagai
tindakan ibadah.
Tiga faktor pendorong untuk mencari
ilmu inilah yang unik dalam dunia Islam. Ini tak bisa terwujud tanpa
kebangkitan Islam sebagai kekuatan geopolitik dalam beberapa abad setelah masa
Nabi.
Matematika menjadi dasar hampir dari
semua ilmu pengetahuan, termasuk fisika, kimia, astronomi, dan geografi. Salah
satu ilmuwan matematika Muslim terbesar bernama Muhammad bin Musa al-Khwarizmi,
orang Persia yang hidup dari 780 sampai 850 Masehi.
Sumbangan terbesar al-Khwarizmi
dengan perkembangan aljabar. Dalam karya monumental nya, Buku Ringkasan Kalkulus dengan Melengkapi dan Menyeimbangkan,
menjelaskan bagaimana persamaan aljabar dapat digunakan untuk menyelesaikan
masalah sehari-hari.
Hasil perkembangan ilmu matematika
tingkat lanjut berupa karya di bidang astronomi. Dengan Quran sebagai faktor
motivasi, astronom Muslim-lah yang kali pertama mengembangkan ilmu ini. Di
bawah perlindungan al-Ma’mun dan Rumah Hikmah, para astronom dikumpulkan untuk
mempelajari teori kuno Ptolomeus, yang karyanya dianggap sebagai kunci utama
dalam astronomi hingga masa Islam.
Astronomi mempunyai penerapan
praktis. Salah satu yang terpenting yaitu pengembangan astrolabe. Alat ini
ditemukan oleh orang Yunani kuno untuk menentukan garis lintang dengan
menggunakan bintang.
Mengombinasi kemampuan astrolabe
dengan perhitungan astronomi, alat ini menjadi bagian vital navigasi, terutama
pada kapal. Astrolabe merombak dunia pelayaran dan digunakan sampai 1700-an
sebagai standar navigasi.
Seperti halnya astronomi tumbuh dari
matematika, geografi berkembang dari astronomi. Hanya sedikit kerajaan dalam
bentangan sejarah yang sebanding dengan dunia Islam pada Masa Keemasan. Maka,
tak heran jika orang Islam akan bangkit sebagai ahli geografi unggulan pada
Abad Pertengahan.
Kemajuan Islam di bidang kedokteran
dicapai dengan mempelajari apa-apa yang diwariskan dokter Yunani Kuno, Galen.
Dokter dan filsuf abad kedua sebelum Masehi ini banyak menulis tentang dunia
medis.
Dokter besar lainnya, adalah Ibnu
Sina. Ia dikenal sebagai Avicenna. Meskipun terus-menerus berpindah dari kota
satu ke kota lain, ia mampu membangun riwayat hidup sebagai ilmuwan serbatahu
yang paling pandai pada Masa Keemasan Muslim. Ia merumuskan teori bahwa semua
hal dalam tubuh dapat dipahami melalui rangkaian peristiwa sebab-akibat.
Salah satu ilmuwan utama yang turut
menyumbang dalam tradisi intelektual berkelanjutan ini Ibnu al-Haytham
(965-1040 Masehi) yang berasal dari Irak. Mempertimbangkan seluruh prestasinya
secara bersamaan, kita dapat memahami warisan Ibnu al-Haytham sesungguhnya:
metode ilmiah.
Melalui penelitian mendalam tentang
Quran dan tindakan Nabi, para cendekiawan merumuskan bidang fikih—hukum yurisprudensi Islam.
Tantangan bagi para ahli fikih adalah mengadaptasikan aturan yang telah
diterapkan pada awal 600-an ke dalam dinamika dunia peradaban Islam pada abad-abad
sebelumnya. Kemudian, berkembanglah interpretasi fikih yang beragam. Yang
bertujuan memahami dan menerapkan Quran serta teladan Nabi seautentik mungkin.
Teologi Islam relatif jelas;
didasarkan pada keyakinan akan keesaan mutlak Tuhan dan ketegasan pesan Nabi
Muhamad. Meyakini Islam secara tak langsung berarti menyatakan menerima Quran
sebagai Firman Tuhan dan hadis sebagai petunjuk yang bersifat ketuhanan.
BAB
VI: PERGOLAKAN
Setelah 300 tahun pertama sejarah
Islam, umat Muslim pasti telah yakin bahwa kemenangan puncak Islam di dunia
sudah dekat. Pada masa itu, Islam menyebar dengan cepat di seluruh Timur
Tengah, Afrika Utara, dan Persia.
Akan tetapi, takdir itu tak terjadi.
Sembilan ratus Masehi menandai awal pergolakan beberapa ratus tahun bagi dunia
Islam, yang takkan berakhir hingga masa keemasan Kerajaan Ottoman pada 1500-an.
Sejak awal pertumbuhan, Syi’ah
mendasarkan diri pada gagasan alternatif bagi kekhalifahan Suni arus utama.
Mereka berpendapat, kepemimpinan dunia Islam itu milik para imam yang memiliki
hubungan khusus dengan Tuhan. Saat Syi’ah sendiri terpecah dalam banyak sekte,
berbagai gagasan tentang cara mengembalikan imamah pun berkembang.
Tetapi, bagi kaum Tujuh Imam,
pandangan melenakan seperti itu takkan berhasil. Tak seperti kaum Dua Belas
Imam, yang percaya tak ada imam yang akan datang hingga kembalinya imam
terakhir, kaum Tujuh Imam meyakini keturunan Ismail terus hidup bersembunyi di
antara penduduk Islam pada umumnya. Jadi, mereka biasanya disebut “Ismailiyah”.
Pendakwah Ismailiyah relatif sukses
di Afrika Utara. Di sana mereka mampu mengeksploitasi ketegangan tradisional
antara suku Berber dari Sahara dan suku Arab dari kota-kota pantai untuk
keuntungan mereka.
Pada 909 Masehi, kelompok Ismailiyah
menyatakan kemunculan kembali seorang imam keturunan Ismail. Ia bernama
Ubaidillah, tetapi mengambil gelar “al-Mahdi”, berarti ‘yang mendapat petunjuk
atau penyelamat’.
Fatimiyyah takkan puas hanya menjadi
duri di pinggir dunia Suni seperti Qaramita. Mereka yakin punya tugas untuk
mengambil alih kekuasaan secara menyeluruh dan menegakkan kekhalifahan
Ismailiyah melalui Ubaidillah.
Setelah meninggalnya Ubaidillah pada
934 Masehi, Fatimiyyah mengendurkan ekspansi militernya. Banyak pemberontakan
yang terjadi di pimpin oleh kaum Muslim yang tak puas dengan Ismailiyah dan
pandangannya yang terlepas dari Suni.
Tanpa dukungan luas dan terhambat
oleh perubahan kebijakan radikal setiap suksesi, kekuasaan Fatimiyyah lambat
laun menurun selama abad kesebelas dan kedua belas. Akhirnya, mereka
disingkirkan Saladdin dalam Perang Salib.
Mungkin tak ada konflik dalam
sejarah Barat dan Islam yang begitu penuh emosi seperti Perang Salib. Konflik
itu sendiri berkisar di Kota Jerusalem, tempat suci bagi Yahudi, Kristen, dan
Islam.
Bagi orang Kristen, di sinilah Yesus
berdakwah, disalib, dan bangkit kembali. Bagi orang Islam, kesuciannya
bersumber dari keyakinan bahwa Nabi Muhammad menerima mukjizat bepergian dari
Mekah ke Jerusalem dalam satu malam, kemudian dari Jerusalem naik ke surga
untuk berbicara dengan Tuhan.
Bagi dunia Islam, penaklukan
Jerusalem menjadi bencana. Seluruh penduduknya, lebih dari 70 ribu orang,
dibantai secara massal. Di Masjidil Aqsa, tempat yang diyakini bahwa Nabi
Muhammad memimpin seluruh nabi terdahulu salat, darah umat Muslim menggenang
hingga tulang kering kaki sang penakluk.
Perang Salib berlangsung lebih dari
seratus tahun setelah pembebasan Jerusalem, tetapi tak pernah menjadi ancaman
utama bagi dunia Islam atau kendali nya atas Tanah Suci. Setelah pembebasan
Jerusalem, seorang panglima militer bernama Genghis Khan mampu menyatukan
berbagai suku Mongol di utara Tiongkok menjadi satu negara dengan tujuan:
ekspansi militer terus-menerus.
Invasi Mongol terjadi saat dunia
Islam sepertinya sedang bangkit kembali. Genghis Khan dan bangsa Mongol telah
berubah dari suku pengganggu di utara Tembok Besar Tiongkok menjadi kerajaan
dunia utama. Bangsa Mongol yang nomaden, mampu menaklukan dan menguasai
setengah Tiongkok Utara.
Bangsa Mongol adalah orang nomaden
penunggang kuda yang bahkan tak menguasai pertanian, tetapi mampu membangun
kerajaan dunia dari Eropa Tengah ke Korea dan perbatasan India.
Selain kecepatan yang mengesankan,
Bangsa Mongol juga menggelar operasi militer dengan hati-hati untuk menciptakan
teror hebat ke jantung musuhnya. Para musuh itu akan sukarela meletakkan
senjata daripada mempertahankan tanah airnya. Kisah kekejaman Mongol menjalari
Asia Tengah lebih cepat daripada kedatangan gerombolan prajuritnya.
Setelah kematian Genghis Khan, dunia
Islam mengalami masa penundaan serangan Mongol. Khan yang baru, Ogedai anak
Genghis, memilih fokus untuk melintasi Pegunungan Ural dan menaklukan Eropa.
Tetapi, serupa serangan ke dunia Islam yang tiba-tiba berhenti, Mongol
meninggalkan Eropa pada 1241 Masehi saat Ogedai meninggal.
Akibat penghancuran abad ketiga
belas, pertanyaan teologis serius bermunculan. Umat Islam masa itu kesulitan
mendamaikan keyakinan mereka antara Islam sebagai agama sempurna dan kehancuran
yang menimpanya. Tak ada lagi khalifah. Mongol merupakan penyembah berhala.
Mereka bukan ahli kitab. Bagi Islam, menjalani takdir kekalahan di tangan
Mongol seperti itu sangat problematik.
Para ahli teologi Muslim bangkit
memerangi pikiran tersebut dipimpin Ibnu Taymiyyah (1263-1328). Ia berpendapat
tak ada yang salah dalam Islam. Menurutnya, masalah umat Islam telah menyimpang
dari amalan yang benar dan bencana Mongol ini akibat orang Muslim tersesat.
Kemudian, ia mencoba membersihkan
Islam dari apa yang dianggap inovasi yang berlawanan dengan Sunah Nabi. Pada
saat yang sama ia menolak legitimasi para pemimpin Muslim yang tidak menegakkan
hukum Islam dan bertindak-tanduk dengan cara Islam.
Kelahiran kembali peradaban Islam dimulai
di perbatasan barat laut dunia Islam, tempat masyarakat pejuang nomaden Turki
bentrok dengan Kekaisaran Byzantium yang mapan dan urban.
BAB
VII: AL-ANDALUSIA
Di Semenanjung Iberia, wilayah
Spanyol dan Portugal, Islam berinteraksi langsung dengan Eropa Kristen.
Masyarakat yang kompleks dan beragam berkembang di sana, terdiri atas Eropa
Muslim dan Barat.
Setelah penaklukan di Afrika Utara
pada pertengahan abad ketujuh oleh Bani Umayyah, invasi Islam melambat beberapa
waktu. Samudera Atlantik dan Laut Tengah seolah menjadi batas alam bagi
kerajaan Islam baru.
Di akhir 600-an difokuskan untuk
mengonsolidasikan daerah taklukan dan memasukkan penduduknya ke dunia Islam.
Pintu penaklukan terbuka lagi pada 710-an, para pasukan Muslim mulai merambah
Semenanjung Iberia dan memasukkan daerah jauh lain ke dalam kekuasaan Islam.
Berbagai alasan penaklukan yang
cepat di semenanjung tersebut sudah diperdebatkan sejak lama. Ada faktor yang
lebih konkret untuk dipahami. Pertama, ketidakpopuleran Roderic dan monarki
Visigoth akibat konflik politik yang terjadi sebelumnya.
Suku Arab yang datang ke Andalusia
kebanyakan berasal dari Yaman dan sudah lama bertani. Karena itu, kebanyakan
dari mereka bermukim di daerah subur di selatan dan di kota-kota utama seperti
Kordoba, Valencia, dan Zaragoza. Suku Arab dan Berber banyak yang menikahi
penduduk lokal dan menciptakan masyarakat baru yang menggabungkan aspek budaya
Arab, Berber, dan Hispanik.
Pada 750-an, saat Abbasiyah berhasil
menggulingkan keluarga Umayyah. Di Suriah, sebagian besar anggota keluarga
Umayyah dipenjara atau dihukum mati. Seorang Umayyah mudah berhasil lolos dari
pembunuhan.
Seorang pangeran berusia dua puluh
tahun yang bernama Abdul ar-Rahman berhasil melarikan diri dari Damaskus pada
750 Masehi tepat di hadapan pasukan Abbasiyah. Ia mendapat dukungan bagi
keluarga Umayyah di Andalusia pada 755 Masehi. Di sana ia menobatkan diri
sebagai penguasa negara Umayyah.
Muslim Arab, Berber, dan Hispanik
bergabung menciptakan budaya Andalusia unik yang menyajikan latar belakang dan
tradisi beragam di bawah bendera Islam. Orang Kristen yang tinggal di Andalusia
mengadopsi budaya Islam dan mengembangkan bahasa, seni, dan adat Arab. Pengaruh
budaya dan bahasa masih tampak hingga sekarang dalam bahasa Spanyol.
Taifa di Andalusia berlangsung pada
abad kesebelas. Kata ta’ifa bersumber
dari Quran, yang memperingatkan Muslim untuk menciptakan perdamaian di antara
dua tawa’if, atau pihak, yang
bersengketa. Namun, perdamaian dalam periode ini merupakan barang mewah.
Andalusia yang dulu pernah makmur,
segera hancur menjadi puing-puing saat perang saudara puluhan tahun
membinasakan negeri tersebut. Ketika para raja ta’ifa berperang demi meraih kekuasaan atas Andalusia, hasilnya
sungguh disayangkan dan sangat ironis bagi Islam di Iberia.
Hancurnya Toledo pada 1985 oleh
Castile menjadi keholangan simbolik dan strategis penting. Karena terletak di
tengah-tengah Iberia. Kejatuhan Toledo bermakna bahwa kekuatan Kristen kini
dapat langsung mengancam negara Taifa mana pun.
Bagi orang Andalusia, penguasa
Muslim Berber dengan budaya, bahasa, dan gagasan asing lebih bisa diterima
daripada gangguan Kristen Spanyol yang sepertinya ingin membasmi Islam dari
Semenanjung Iberia. Toledo, yang pernah menjadi kota besar Islam, hilang
selamanya.
Kedatangan Muwahhidun mendorong
kebangkitan Islam. Andalusia memusatkan perhatian pada ibadah Islam. Muwahhidun
sebagian besar mengikuti pola yang sama dengan Murabitun. Mereka berusaha
memperbaiki hal-hal yang dipandang sebagai penyakit sosial dan kelemahan
politik di wilayah itu. Di Andalusia, Muwahhidun mengalami kemunduran saat konflik
keluarga berebut kekuasaan mengemuka. Akhir abad kedua belas menjadi saksi
timbulnya perang saudara di Andalusia, digabung dengan majunya kerajaan
Kristen.
Pada 1212, para kesatria Spanyol,
Portugis, Prancis, dan Inggris berkumpul di dekat rangkaian pegunungan Sierra
Morena yang menjadi batas antara kekuasaan Islam dan Kristen di Iberia. Di
bawah pimpinan Alfonso VIII dari Castile, pasukan Perang Salib berhasil
melintasi pegunungan untuk menyerang serombongan besar pasukan Muwahhidun.
Tak seluruh Andalusia kalah setelah
jatuhnya Muwahhidun. Emirat Granada, yang memanjang di pantai selatan Iberia,
tetap merdeka dari kekuasaan Kristen. Granada menjanjikan pada Castilia bantuan
militer dan upeti emas yang berasal dari tambang kaya di Mali, Afrika Barat.
Alhambra menjadi benteng pertahanan
kota Granada. Ciri Alhambra yang paling mengejutkan adalah semboyan Emirat
Granada yang di plester di seluruh dinding: Wa
la ghalib illallah, yang berarti ‘Tiada pemenang selain Allah’.
Pada 1490 dan 1491, menjelang kejatuhan
Granada, secara perlahan Spanyol mendekati kota yang sendirian ini. Bahan-bahan
pokok dihalangi masuk, pengungsi membanjiri kota, dan rasa putus asa
menyelimuti penduduk.
Pada 25 November 1491, Muhammad XII
mengutus wazir nya untuk merundingkan syarat-syarat penyerahan pada Monarki
Katolik. Lalu pada 1 Januari 1492 secara resmi Granada berpindah tangan ke
Spanyol. Muhammad XII menyerahkan kunci gerbang kota tersebut pada pagi hari,
sehingga ketika penduduk kota terbangun, mereka menyaksikan bendera yang
menyatakan “Dan tak ada kemenangan selain Tuhan” yang berkibar di Alhambra
diturunkan kali terakhir saat bendera Kastilia menggantikannya.
Masih ada sekitar 500-600 ribu
Muslim dari total penduduk 7-8 juta di seluruh Semenanjung Iberia. Tidak
mungkin bagi Monarki Katolik untuk memaksa keluar orang sejumlah itu dalam
waktu singkat. Selain itu, Spanyol tak punya cukup warga untuk mengisi kota
yang dikosongkan.
Umat Muslim memang kehilangan
beberapa kedudukan sosial karena penguasanya berbeda agama, tetapi mereka
mendapat kebebasan untuk melanjutkan ibadah sesuai keyakinan di bawah Monarki
Spanyol.
Francisco Jimenez de Cisneros,
seorang uskup agung, ditunjuk pada tahun 1499 untuk mempercepat proses
perpindahan agama dengan melecehkan Muslim Spanyol, menyiksa, dan menangkap
secara acak mereka yang tak mau berganti keyakinan.
Menjelang 1502, saat pemberontakan
padam, otoritas Kristen memilih melarang Islam di seluruh Spanyol. Akan tetapi,
kenyataannya Islam tetap hidup di Spanyol, di bawah tanah.
Raja Philip III, memutuskan untuk
mengusir seluruh Morisco keluar dari Spanyol. Seluruh desa Morisco dikosongkan,
penduduknya dipaksa ke pantai, tempat kapal-kapal dari Eropa menunggu untuk
membawa mereka ke Afrika Utara.
Pada 1614, seluruh orang Morisco
sudah pergi dan pemberontakan dipadamkan. Terdapat orang Morisco yang berhasil
tetap tinggal di Spanyol dan terus mengamalkan ajaran Islam secara
sembunyi-sembunyi selama sekian abad.
Meskipun telah memberikan sumbangan
bagi sejarah Semenanjung Iberia dan Eropa, Islam sudah lenyap dari Spanyol.
Tetapi, Islam mulai bangkit kembali di Timur, tempat Ottoman akan
memperkenalkan Islam kembali ke Eropa dan memimpin masa keemasan baru.
BAB
VIII: TEPI
Saat masuk Afrika Utara beberapa
dekade setelah wafatnya Nabi, umumnya Islam dianut di daerah pantai. Peradaban
yang berkembang di kota-kota Afrika Utara seperti Qayrawan, Tripoli, dan
Tangier, terdiri atas campuran pengaruh Arab dan Berber. Kota-kota tersebut
tumbuh di bawah bendera Islam dan terkait erat dengan peradaban Islam di Timur
Tengah serta Andalusia.
Dari pusat perkotaan, perlahan Islam
mulai menyebar ke selatan melintasi Gurun Sahara. Sekelompok Muslim Berber,
Tuareg, mendominasi rute perdagangan dari kota-kota Afrika Utara, menyeberangi
gurun kosong, dan masuk ke sabana Afrika Barat.
Kerajaan Islam pribumi pertama di
Afrika Barat adalah Mali. Didirikan pada 1200-an oleh tokoh mistis Sundiata
Keita, penguasa setengah Islam bagi rakyat Mandinka. Ia mendapat julukan Sang
Raja Singa. Kemakmuran Mali paling terlihat dalam kekuasaan Mansa Musa, yang
memerintah dari 1312 sampai 1337. Mansa Musa memimpin kerajaan yang mungkin
menjadi salah satu kerajaan terkaya dan terkuat saat itu.
Pusat keilmuan Mali adalah Timbuktu.
Sekitar dua puluh kilometer di utara Sungai Niger, Timbuktu terletak di
perbatasan Gurun Sahara dan menjadi tempat pemberhentian utama di sepanjang
jalur perdagangan trans-Sahara. Mali salah satu pusat pengetahuan Islam
terkemuka di dunia saat itu—ketika peradaban Islam di pusat-pusat tradisional
sedang menurun.
Sebelum Nabi Muhammad melakukan
hijrah ke Madinah, sekelompok sahabatnya melarikan diri dari siksaan Mekah dan
berdiam di Aksum (sekarang Ethiopia) selama beberapa tahun. Di sana mereka
diterima oleh raja Kristen. Seorang sahabat Nabi yang biasa menyerukan azan di
Madinah, Bilal, adalah bekas budak dari Ethiopia. Hal ini tidak aneh mengingat
sebelum Islam datang pada abad ketujuh, hubungan dagang antara Pantai Afrika
Timur dan Jazirah Arab telah terjalin.
Cara utama
penyebaran Islam di Afrika Timur melalui perdagangan. Saat itu jalur
perdagangan Samudera Hindia berkembang, kota-kota negara Afrika Timur menerima
para pedagang Muslim. Melalui wilayah tersebutlah Islam mulai menyebar ke
kawasan pantai. Lalu terjadi pencampuran budaya yang khas dan menimbulkan berkembangnya
budaya hibrida baru dengan Islam sebagai intinya.
Islam juga menyebar ke Tiongkok
dalam waktu yang relatif sama. Tidak seperti wilayah lain, Tiongkok tak
sepenuhnya menerima Islam dan komunitas Muslim tetap menjadi minoritas. Asal
mula Islam di Tiongkok dapat ditelusuri sejak masa khalifah Utsman bin Affan.
Melalui komunitas yang terisolasi di
tengah kota Tiongkok, umat Muslim mampu mempertahankan identitas dan
peribadatan nya walaupun terpisah ribuan kilometer dari dunia Islam lain.
Terisolasi ini berakhir saat penaklukan Mongol pada abad ketiga belas.
Muslim Tiongkok yang paling terkenal
hingga saat ini adalah Zheng He—Cheng Ho (1371-1433), salah satu penjelajah
terbesar. Ia seorang Hui dari wilayah Yunnan di selatan. Cheng Ho disukai
pemerintah Ming dan ditugasi memimpin armada kapal harta karun.
Cheng Ho mampu menjadikan dirinya
sebagai tokoh terhormat Islam. orang Tionghoa non-Muslim menghormatinya sebagai
salah satu penjelajah terbesar mereka. Cheng Ho adalah simbol bentuk Islam di
Tiongkok: Tionghoa asli, tetapi juga Muslim sejati.
Hadirnya bangsa Turki dalam dunia
Islam mendorong kekuatan Islam lebih jauh ke India. Adanya catatan terperinci
tentang Mahmud dari Ghazni (997-1030), Sultan Turki yang pertama memimpin
ekspedisi militer ke pedalaman India.
Meskipun dipisahkan oleh ribuan
kilometer dengan pegunungan Himalaya dan Hindu Kush, Kesultanan Delhi berusaha
menjaga India agar tetap terikat dengan dunia Islam lain, paling tidak secara
nama. Era Kesultanan Delhi terkenal karena penyebaran agama Islam di daerah
kekuasaannya.
Melalui gabungan dakwah ulama
keliling dan perdagangan Samudera Hindia yang membawa pedagang ke daerah
Gujarat dan Bengali, Islam mampu mendapatkan kedudukan dalam masyarakat India
hampir di seluruh anak benua. Meski begitu, jumlah populasi Muslim tak pernah
melampaui populasi Hindu di India.
Pengaruh pedagang dan pendakwah yang
bepergian untuk mengajak penduduk setempat masuk Islam semakin kuat ke wilayah
timur, di Kepulauan Melayu. Setelah agama Islam memantapkan diri di kalangan
penduduk pantai India, terbukalah peluang bagi pedagang dan pendakwah yang
tinggal di India untuk menyebarkan pengaruh Islam ke Asia Tenggara.
Islam mulai menyebar di kalangan
penduduk lokal Kepulauan Melayu melalui penguasa Muslim. Perbedaan yang paling
utama di Asia Tenggara yakni pendakwah kebanyakan berasal dari pinggiran
Samudera Hindia, terutama Yaman. Maka, mazhab fikih yang menonjol di Afrika
Timur, pesisir India, dan Asia Tenggara adalah Imam Syafi’i sebab Yaman
merupakan pusat ajaran Syafi’i, selain kunci perdagangan Samudera Hindia.
Kerajaan Islam pertama yang berada
di Indonesia yakni Samudera Pasai, yang terletak di Pulau Sumatera. Dari Pasai,
Islam menyebar ke arah timur hingga Kerajaan Malaka. Terletak di selat yang
dilalui hampir seluruh pelayaran India dan Tiongkok kerajaan ini.
Bahasa dan adat Melayu diadopsi
seluruh kerajaan yang berdekatan, yang secara budaya menyatukan seluruh
wilayah, mulai dari Malaysia, Indonesia, dan Filipina. Pengaruh dari budaya
berfungsi sebagai kendaraan bagi Islam.
BAB
IX: KELAHIRAN KEMBALI
Tahun pertama dinasti akan diwarnai
pertumbuhan yang ekspansif, “keteguhan gurun”, etos kerja keras, dan rendahnya
hasrat akan kemewahan duniawi. Generasi kedua meneruskan warisan generasi
pertama, tetapi pertumbuhannya melambat saat pemimpinnya lebih menekankan
kemewahan kehidupan istana daripada administrasi dan kepemimpinan.
Dilanjutkan oleh generasi ketiga,
kehancuran dinasti pun lengkap saat pemimpin dan wazir tenggelam dalam
kemewahan dan kenyamanan sehingga negara tidak mampu melindungi diri dari
ancaman baik internal, maupun eksternal.
Akibat serangan Mongol, banyak
keluarga Turki melarikan diri ke Asia Tengah untuk mengungsi ke daerah perbatasan
dunia Islam.
Pendirian tradisional negara Ottoman
(Ottoman adalah perubahan bahasa dari
Osmanli, nama Turki untuk Kerajaan
Osman) dianggap terjadi pada 1299 walaupun penetapan tahun ini mungkin tanpa
dasar. Dengan memanfaatkan perpecahan Byzantium, Sultan Orhan dan anaknya,
Murad I, mampu menegakkan otoritas Ottoman di sebagian Thrace.
Pada awal berdirinya Ottoman, perang
melawan Byzantium menjadi tugas keagamaan. Ghazi
(pejuang keimanan) yang bertempur di bawah pimpinan Osman, Orhan, dan Murad
percaya bahwa mereka melanjutkan tradisi yang sudah berlangsung berabad-abad
tentang Muslim yang mengangkat senjata melawan Byzantium.
Periode terbaik ekspansi awal
Ottoman terjadi pada zaman sultan keempat, Bayezid I (1389-1402). Nama
julukannya sebagai tentara adalah Yildrim,
yang berarti ‘halilintar’, dengan kecakapannya Bayezid I dapat menggerakkan
pasukannya ke Eropa dan Asia dengan cepat.
Dengan demikian ia dapat menundukkan
Serbia, Bulgaria, dan Yunani. Konstantinopel
dikepung Halilintar, walaupun Ottoman tak memiliki teknologi atau jumlah
pasukan yang banyak untuk mendudukkan kota-kota tersebut. Ottoman menjadi
kerajaan terkuat di Eropa dan dunia Islam.
Mehmet II naik takhta pada 1451 saat
berusia sembilan belas tahun. Selama masa kekuasaannya, cendekiawan pengetahuan
Islam tradisional didukung untuk berkembang bersama seniman Kristen Eropa.
Akan tetapi, ada dua ganjalan bagi
Mehmet. Yang pertama, ia belum berpengalaman. Ia masih sangat muda saat naik
takhta dan tentu saja tidak dipercaya oleh negarawan yang lebih tua yang telah
mengabdi kepada ayahnya. Lalu ganjalan yang kedua: Konstantinopel. Kota ini
terletak hampir tepat di tengah-tengah kerajaannya.
Selama ribuan tahun, dinding
Konstantinopel menjadi saksi banyaknya pasukan yang hancur di bawahnya. Untuk
mengatasi dinding kota yang tebal, Mehmet menugaskan seorang insinyur Hungaria
membuat senjata kanon terbesar di dunia saat itu.
Pada 29 Mei 1453, pasukan Islam
akhirnya berhasil menaklukan kota legendaris ini. Mehmet, yang kemudian dikenal
sebagai “Sang Penakluk”, menjadikan kota ini sebagai ibu kota pemerintahan.
Penaklukan ini juga menyimbolkan kebangkitan kembali dunia Islam sebagai
kekuatan imperial dan multikultural.
Sang penakluk terus memperluas
wilayah Ottoman secara militer. Mehmet meninggal dunia pada tahun 1481.
Ekspansi militer dan ekonomi dilanjutkan oleh Sultah Bayezid II dan Salim I.
Masa pemerintahan Salim dari 1512 sampai 1520, Ottoman mengalahkan Dinasti
Safavid di Persia dan mencaplok seluruh Kesultanan Mamluk di Mesir.
Kekaisaran Ottoman sebagai negara
Islam tak menindas dan menaklukkan penduduk non-Muslim. Sesuai hukum Islam,
non-Muslim diperbolehkan melakukan ibadah berdasarkan agamanya. Masa keemasan
negara Ottoman tak diragukan lagi terjadi pada empat puluh enam tahun masa
kekuasaan Sutan Suleiman.
Masa penaklukan Ottoman baru
berakhir pada akhir abad keenam belas. Eropa akhirnya mampu menyusul dunia
Muslim, baik secara teknologi maupun sosial. Butuh waktu beberapa abad sebelum
keseimbangan kekuatan bergeser penuh, tetapi kemunduran Ottoman sudah dimulai.
Secara bersama-sama, Ottoman,
Safavid, dan Mughal dikenal sebagai Kerajaan Mesiu. Lahir dari sisa-sisa invasi
Mongol yang menghancurkan, mereka mewakili kebangkitan kembali dunia Islam. Meskipun
membentang di wilayah yang berbeda yang sangat luas, memiliki tujuan politik
bertentangan, dan perbedaan keagamaan yang mencolok, mereka memiliki inti
budaya yang sama: Islam.
Kerajaan Ottoman-lah yang kali
pertama memanfaatkan mesiu dan meriam dalam skala besar, kemudian segera
diikuti Safavid dan Mughal. Ini menandai era terakhir superioritas Islam di
bidang teknik. Begitu negara-negara Eropa lebih unggul, pada akhirnya ketiga
kerajaan itu lenyap pada abad kedelapan belas dan kesembilan belas.
BAB
X: KEMUNDURAN
Kebangkitan Kerajaan Ottoman,
Safavid, dan Mughal pada abad kelima belas dan keenam belas sekali lagi
menandai bangkitnya kekuatan Islam di panggung dunia. Kebangkitan cepat Ottoman
diikuti kemandekan dan kemunduran perlahan. Walaupun Ottoman masih menjadi
kerajaan terkuat di Eropa saat sang Sultan wafat, ada beberapa faktor yang
berperan dalam kemunduran Ottoman.
Alasan utama dan paling gamblang
atas kemunduran Ottoman adalah mereka tak mampu lagi mendapatkan kemenangan
meyakinkan di medan perang. Awal sejarah, Ottoman memiliki keunggulan teknologi
yang jelas dibanding musuh-musuhnya.
Batas-batas kemampuan militer
Ottoman tampak jelas dengan Perjanjian Karlowitz pada 1699. Ottoman dipaksa
menyerahkan wilayah melalui perjanjian yang dilakukan untuk kali pertama dalam
sejarah mereka.
Yang paling signifikan dalam sejarah
Ottoman kemudian, sultan yang dipaksa dalam perjanjian untuk mengakui dan
melindungi orang Kristen di kerajaannya. Selama masa perkembangan 1300 hingga
pertengahan 1500-an, operasi militer Ottoman memberikan deviden besar secara
ekonomi dan politik sehingga menciptakan kerajaan pat-etnis yang mendapat
keuntungan dari pampasan perang. Tetapi masalahnya, kemunduran kualitas
kepemimpinan yang dialami kerajaan ini.
Kenyataan bahwa Kerajaan Ottoman
bersedia menyerahkan kedaulatan di wilayahnya sendiri menandakan betapa
lemahnya mereka menjelang abad kedelapan belas.
Mahmud II (berkuasa pada 1808-1839)
menjadi sultan pertama yang melakukan reformasi. Ia mengorganisasi pemerintahan
Ottoman menjadi lebih bergaya Eropa. Reformasi berlanjut dan dipercepat oleh
anak Sultan Mahmud, yaitu Abdulmajid I (berkuasa pada 1839-1861) dan Abdulaziz
(1861-1876).
Masa kekuasaan Abdulmajid
mengantarkan era yang dikenal sebagai Tanzimat, bahasa Turki untuk
reorganisasi. Hampir tak ada aspek pemerintahan dan kehidupan sosial Ottoman
yang tak tersentuh Tanzimat. Perubahan era Tanzimat meliputi sistem pos modern,
bank nasional, sensus, reformasi pajak, parlemen kuno, dan lagu kebangsaan
Ottoman.
Akan tetapi, kenyataannya
Ottomanisme gagal menyatukan rakyat dalam satu identitas. Kapitulasi pada
negara Eropa menyebabkan orang Kristen mendapatkan keunggulan ekonomi yang
sangat besar, yang tak dimiliki orang Islam. Pada akhirnya, usaha menyatukan
seluruh warga Ottoman menjadi satu bangsa hanya meningkatkan ketegangan dan
agitasi antar-kelompok keagamaan dan etnis.
Era Tanzimat berlangsung sampai
1876. Reformasi periode ini gagal memperlambat kemunduran negara Ottoman. Era
baru imperialisme dan kolonialisme pun dimulai. Sebagian pejabat pemerintahan
berpendidikan Barat, yang dikenal sebagai Ottoman Muda, meyakini kegagalan
Tanzimat itu karena kurang liberal.
Abdulhamid mungkin menjadi salah
satu Sultan Ottoman yang paling siap selama berabad-abad. Sesuai karakter era
klasik sultan Ottoman, ia seorang serbabisa. Ia menjadi penyair dan pegulat,
bahkan membuat furnitur nya sendiri.
Walaupun berjanji meneruskan
reformasi Tanzimat liberal, Abdulhamid membawa kerajaan menuju arah baru. Reformasi
yang berusaha membatasi kekuasaan sultan dan mengalihkannya ke parlemen
ditinggalkan. Abdulhamid berusaha mengembalikan kekuatan tradisional
kesultanan.
Pan-Islamisme sangat didukung selama
masa kekuasaannya karena ia berharap bisa memberikan energi baru ke dalam
pergerakan Ottoman. Sambil berharap menyatukan semua Muslim dalam gagasan
pan-Islam, Abdulhamid mengembalikan bentuk Islam ortodoks yang telah hilang
selama tahun-tahun Tanzimat.
Tujuan pan-Islamismre Abdulhamid
sesuai dengan aspek non-sekuler Tanzimat. Dan, reformasi yang bertujuan
memperkuat kerajaan terus berlangsung. Selama masa kekuasaannya, pendapatan
meningkat dan korupsi menurun.
Pada 1909, Abdulamid diberhentikan
oleh perkumpulan rahasia yang dikenal sebagai Turki Muda. Dengan didukung orang
Kristen Turi dan diilhami liberalisme sekuler Eropa, Turki Muda berhasil
mengakhiri tiga puluh tiga tahun masa kekuasaan Abdulhamid.
Akan tetapi, mereka memilih untuk
tak mengakhiri kesultanan. Hingga tiga puluh tahun berikutnya, dua sultan masih
memimpin, tetapi hanya sebagai boneka tanpa otoritas. Kekuasaan seseungguhnya
dalam sejarah Ottoman berikutnya berada di tangan Turki Muda.
Mughal terdiri atas beberapa
gabungan dari beragam raja dan gubernur yang menyatakan kesetiaannya kepada
kaisar. Kesetiaan ini memudar bertahun-tahun setelah kematian Aurangzeb. Alasan
utamanya, perang suksesi yang menggoncangkan kerajaan.
Maratha, konfederasi Hindu di Deccan
Barat menjadi salah satu ancaman terbesar bagi keberlanjutan keberadaan Mughal.
British East India Company, entitas dagang yang telah berbisnis di India sejak
awal 1600-an, memanfaatkan perpecahan di seluruh India untuk memperluas kendali
di anak benua ini.
Keadaan berubah saat tentara India,
yang bekerja di pasukan East India Company, disebut sepoy, memberontak pada 1857. Pemberontakan Sepoy ini adalah kabar
bahwa peluru mesiu yang harus digigit untuk dibuka ternyata diolesi minyak
lemak babi dan sapi. Pemberontakan ini berujung kegagalan bagi India, tetapi
juga mempercepat berakhirnya kekuasaan East India Company di anak benua
tersebut.
Imperialisme Eropa mampu memainkan
peran langsung di wilayah yang lebih jauh dari pusat kekuasaan Islam
tradisional di Istanbul dan Delhi. Pantai Mediterania di Afrika Utara telah
menjadi wilayah Ottoman sejak abad keenam belas.
Kolonialisme Eropa tak hanya
terbatas di Afrika sebelah utara. Negara-negara Islam Afrika Barat yang
terpencil dan negara pantai Afrika Timur yang berbasis perdagangan pun jatuh ke
tangan Eropa.
BAB
XI: GAGASAN LAMA DAN BARU
Salah satu tema pokok dalam Islam
adalah ketegasan dan kesempurnaan. Banyak orang meninggalkan keyakinan pagan
dan mengikuti Nabi Muhammad karena yakin bahwa ia mendapat wahyu Tuhan dan
membawa agama yang benar bagi kemanusiaan, yang akan merevolusi dunia.
Periode seratus tahun pertama
setelah wafatnya Nabi menjadi saksi penyebaran kontrol politik Islam dari
selatan Prancis hingga India. Kemunduran akibat Perang Salib dan invasi Mongol
terbukti hanya menjadi duri kecil dalam sejarah Islam karena kemudian diikuti
dengan kebangkitan kerajaan yang lebih kuat. Akan tetapi, kemudian kemunduran
peradaban Islam dan penaklukan oleh Eropa bisa menjadi masalah teologis.
Kebangkitan gagasan politik baru ini
beriringan dengan perubahan kehidupan sosial umat Islam di bawah kendali Eropa.
Pada awal abad kedua puluh, kota-kota yang pernah menjadi pusat kehidupan
sosial dan politik Islam—Kairo, Damaskus, dan Baghdad—berfungsi sebagai tempat
pertemuan antara umat Islam generasi lampau dengan kelompok Eropa
pasca-Pencerahan.
Kebangkitan Turki Muda hanya membuat
bangsa Arab merasa semakin terasingkan. Maka, gagasan nasionalisme Arab Kristen
mulai diadopsi oleh Muslim Arab. Kelompok-kelompok rahasia di Damaskus yang
bertujuan mendirikan negara Arab, tumbuh subur di tengah penguasa Ottoman.
Menjelang 1910-an, mereka menjalin hubungan dengan kekuatan Eropa Barat yang
berhasrat memecah belah Kerajaan Ottoman, yang selama berabad-abad menjadi
kutukan bagi kekuatan Eropa.
Usaha pertama untuk membangkitkan
Islam tradisional dilakukan Muhammad bin Abdul Wahhab (1703-1792). Berasal dari
sebuah suku di gurun pasir Jazirah Arab, ia mungkin menjalani gaya hidup bangsa
Arab yang tak jauh berbeda dari masa Nabi. Ia menganut tradisi Hanbali dari
Ahmad bin Hanbal dan Ibnu Taymiyyahm yang menekankan keunggulan tradisi
kenabian yang autentik di atas segalanya.
Tetapi, kebangkitan nasionalisme
sekuler keras di dunia Arab dan Mesir nantinya akan menindas Ikhwanul Muslimin
selama berpuluh tahun.
Perang Dunia Pertama menyebabkan
kematian akhir dari kontrol politik Islam. Ottoman jelas-jelas sudah
dikalahkan, wilayah mereka ditaklukan dan dijajah oleh Inggris, Prancis, Rusia,
dan Italia. Inilah keruntuhan dan penaklukan yang bahkan lebih luas daripada
Perang Salib dan Mongol.
Pada akhir Perang Kemerdekaan,
Mustafa Kenal mengumumkan pembentukan negara baru, Turki, untuk menggantikan
Kerajaan Ottoman. Kesultanan Ottoman dihapuskan pada 623 tahun setelah Osman
mendirikannya di sepanjang perbatasan Kerajaan Byzantium.
Periode 1960-an menjadi saksi kemerdekaan
negara-negara di sepanjang sub-Sahara Afrika, terdiri atas Nigeria, Mali,
Mauritania, Kenya, dan Tanzania. Di Asia Tenggara, muncul gerakan kemerdekaan
melawan imperialisme Inggris dan Belanda. Indonesia berdiri setelah perang yang
panjang dan brutal melawan kekuasaan Belanda pada 1949.
Meskipun menggunakan bahasa, budaya,
dan agama yang sama, Indonesia dan Malaysia menjadi negara terpisah berdasarkan
batas-batas yang ditetapkan oleh Inggris dan Belanda.
Sifat sejarah Islam yang berulang
menunjukkan bahwa setelah periode lemah dan invasi, kekuasaan Islam yang baru
dan kuat akan bangkit, mengembalikan kejayaan negara Islam lama. Setelah
kebangkitan negara-negara Kristen di Andalusia, Murabitun, dan Muwahhidun
bangkit dari abad kesebelas dan kedua belas untuk menyatukan Iberia dan Afrika
Utara. Setelah invasi Perang Salib dan penerusnya, Mamluk menyatukan Mesir,
Suriha, dan Hijaz.
Bagian terbesar kegagalan tersebut
adalah pergeseran ideologi yang tegas dalam politik Islam. Dalam sepanjang
sejarah Islam, negara baru telah mendasarkan dirinya pada aturan Islam itu
sendiri. Pada abad kedua puluh, berbagai negara Islam yang baru merdeka tidak
melihat kejayaan masa lalu dan berusahan menciptakannya kembali.
Akan tetapi, melalui imperialisme
Eropa, gagasan ini ditanamkan dalam pikiran masyarakat kelas atas Islam yang
akhirnya memimpin pemerintahan setelah merdeka. Contoh paling ekstrem adalah
Turki, yang secara resmi menganggap syariah melanggar hukum, menghapuskan
kekhalifahan dan memproklamasikan diri sebagai negara sekuler sepenuhnya.
Dengan dipimpin Mesir, dunia Arab
mengadopsi sosialisme dan nasionalisme sebagai sarana menciptakan negara-bangsa
yang kuat. Meskipun pad dasarnya negara Syi’ah, Iran, dipimpin pemerintahan
sekuler yang sejalan dengan Barat hingga 1979.
Tetapi, secara keseluruhan,
negara-negara Islam meninggalkan gagasan politik Islam dan memilih ideologi
sekuler yang dipromosikan Barat. Dunia Islam harus benar-benar menyatukan masa
lalu yang berorientasi Islam dengan masa kekinian yang didominasi paham
sekuler.
Mereka meyakini bahwa pendidikan,
pembenahan struktur politik yang ada, dan pelayanan masyarakat yang baik, akan
dapat mempercepat kembalinya Islam politik. Pandangan masyarakat Islam tentang
peran Islam masa kini tetap terpecah. Dikotomi ini ada di seluruh dunia Islam.
cara penyelesaiannya akan menentukan arah dunia Islam dalam dekade dan abad
mendatang.
Apakah Islam sekali lagi akan
memainkan peran penting, apakah nasionalisme dan sekularisme menjadi ideologi
penggerak baru, ataukah akan ditemukan keseimbangan di antara kedua belah
pihak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar